Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebutkan bahwa dirinya tidak akan mencegah penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW dengan dalih kebebasan berekspresi, memicu kemarahan masyarakat di dunia muslim. Tak terkecuali Indonesia. Macron juga dianggap telah menghina Islam atas pernyataannya yang menyebutkan bahwa Islam mengalami krisis di seluruh dunia.
Dia juga menyinggung komunitas muslim di negaranya yang dituduh sebagai separatis. Demo mengecam pernyataan Macron terjadi dimana-mana. Persaudaraan Alumni 212 dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama pun bakal menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kedubes Prancis di Jakarta pada 2 November mendatang.
Menanggapi hal itu, Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, kalau Marcon mengatakan bahwa dunia Islam sedang menghadapi krisis, sebetulnya ada benarnya karena memang dunia Islam sedang menghadapi krisis.Hal ini karena hingga saat ini belum ditemukan satu konstruksi keagamaan dan sosial yang bisa mengintegrasikan dunia Islami secara damai dan harmonis di seluruh dunia.
Baca Juga: Menteri Agama Ikut Kecam Macron, 'Kebebasan Tak Boleh Kebablasan!'
"Ada kenyataan itu, enggak bisa dipungkiri. Kalau orang tersinggung, itu karena soal identitas, tapi tidak bisa mengingkari kenyataan memang ada krisis," katanya.
Namun, Gus Yahya mengatakan bahwa krisis tersebut bukan hanya menyangkut umat Islam, tapi dunia secara umum. "Dunia ini sedang bingung. Kita ini berada di persimpangan jalan, berada di dunia ini, peradaban dunia ini mau ke mana. Kita belum menemukan pondasi konsensus untuk peradaban masa depan yang kita inginkan bersama," tuturnya.
Menurut dia, jika kita harus berintegrasi dengan idealisme Prancis yang menganut paham sekularisme ekstrem, hal itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin."Bukan hanya umat Islam yang keberatan, umat Kristen, umat Yahudi juga keberatan untuk menjadi sekularisme ekstrem seperti Perancis maka kaum sekuler juga harus mau berdialog, bukan hanya kaum beragama saja. Nah ini sesuatu yang harus kita pikirkan dengan kontemplasi yang dalam dan dengan dialog yang benar," tuturnya.
Mengenai aksi demonstrasi mengecam pernyataan Marcon, Gus Yahya mengatakan bahwa keributan ini apalagi kerusuhan dan kekerasan tidak akan membantu apapun, bahkan akan memperparah keadaan.
"Kita juga harus hati-hati dengan orang-orang yang memperalat agama dan memperalat itu ini untuk kepentingan politik eksklusif, untuk menggalang dukungan politik untuk dirinya sendiri, atau bahkan untuk memicu kekerasan, untuk menghancurkan lawan politiknya. Kita jangan sampai terlibat," urainya.
Baca Juga: Emmanuel Macron Hina Islam, MUI Geram: Boikot Semua Produk Prancis!
Mengenai penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW melalui karikatur, menurut Gus Yahya, pernyataan Marcon itu jelas membuat semua orang Islam di seluruh dunia tersinggung. Bahkan, menurutnya, bukan hanya Nabi Muhammad SAW saja yang dihina dan dilecehkan oleh kelompok ekstremis yang ada di Perancis selama ini.
"Yesus dilecehkan, Musa dilecehkan, semua agama dilecehkan oleh mereka. Ini bukan hanya soal kebebasan berbicara, ini soal penghargaan kepada orang lain untuk berkeyakinan," katanya.
Karena itu, pihaknya menuntut semua orang untuk bisa saling menghormati hak untuk memilih keyakinan dalam beragama. "Kalau saya menghina, melecehkan hak anda, bukan hanya gimana hak anda sebagai manusia untuk meyakini itu, nah ini yang harus kita apa namanya sampaikan juga," katanya.
Baca Juga: Jadi Orang Paling Dibenci Umat Islam saat Ini, Siapa Emmanual Macron?
Gus Yahya pun menentang tindakan melawan ekstremis di Prancis dengan cara menikam orang yang jelas-jelas tidak bisa bisa terima, walaupun dia mengklaim itu kewajiban untuk membela agama yang dihina.
"Kan enggak bisa begitu. Kalau kita keberatan, kita harus menyatakan keberatan dengan cara-cara yang dilindungi oleh hukum karena cara-cara yang seperti itu hanya memicu instabilitas yang meluas dan tidak terkendali seperti yang terjadi sekarang ini," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: