Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Polemik UU Ciptaker Cuma Human Erros, Nggak Perlu Tuh Dibawa ke MK

Polemik UU Ciptaker Cuma Human Erros, Nggak Perlu Tuh Dibawa ke MK Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Baleg dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, menilai polemik terkait Undang–Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang telah diteken Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 November 2020, yang kali ini diwarnai salah ketik atau typo masih dapat diperbaiki.

Menurutnya, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersebut dapat dilakukan legislative review. “DPR bisa melakukan legislative review sesuai ketentuan yang diatur perundang-undangan, misal melalui revisi terbatas. Harus dicari solusi yang elegan,” katanya, kepada wartawan, Rabu (4/11/2020). Baca Juga: Versi Rocky: Demi Omnibus Law PDIP Tidur Sekamar dengan Golkar, Terus Mimpi Bertemu..

Lanjutnya, ia menilai karena kesalahan tersebut bukan bersifat substansial, maka tidak perlu hingga ke Mahkamah Konstitusi.  Baca Juga: Eh Ternyata Ada Kejanggalan dalam Omnibus Law yang Sudah Diteken Jokowi

Sementara itu, hal senada diungkapkan oleh Waketum Gerindra Habiburokhman. Dia mengatakan kesalahan teknis pengetikan atau typo masih bisa diperbaiki meski undang-undang sudah ditandatangani Presiden.

“Kalau salah ketik, tinggal diperbaiki dan cek di Baleg yang sudah disepakati seperti apa," ujarnya kepada wartawan.

Habiburokhman yang juga anggota Komisi III DPR Bidang hukum, menjelaskan dalam hukum ada asas substance over form, dipastikan jangan ada substansi yang berubah. Bila hanya salah ketik masih bisa dilakukan perbaikan.

"Yang substansi iya nggak bisa, tapi kalau typo kan bukan produk kesepakatan DPR-pemerintah," ucapnya.

Diketahui, setidaknya ada dua kesalahan pengetikan dalam UU Cipta Kerja yang telah diteken Presiden Jokowi. Pertama terdapat di halaman 6. Di halaman itu Pasal 6 berbunyi:

Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;

b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan

d. penyederhanaan persyaratan investasi.

Padahal dalam UU Cipta Kerja, Pasal 5 ayat 1 huruf a tidak ada. Sebab, Pasal 5 adalah pasal berdiri sendiri tanpa ayat. Pasal 5 berbunyi:

Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Selain itu, di halaman 757 pada Pasal 53, yaitu:

(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.

(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Ayat (5) di atas seharusnya berbunyi:

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Presiden.

Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sudah mengakui ada kekeliruan pada naskah UU Ciptaker. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja. 

Ia pun menegaskan kekeliruan teknis tersebut menjadi catatan dan masukan bagi pihaknya untuk menyempurnakan kembali kualitas UU yang hendak diundangkan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: