Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lihat Deh, China dan Rusia Masih Bungkam atas Kemenangan Biden karena Hal Ini

Lihat Deh, China dan Rusia Masih Bungkam atas Kemenangan Biden karena Hal Ini Kredit Foto: Antara/REUTERS/Tyrone Siu
Warta Ekonomi, Beijing -

China dan Rusia masih belum memberi selamat pada Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Joe Biden hingga saat ini.

Beijing hanya menyatakan mengikuti kebiasaan dalam memberikan tanggapan. Adapun Kremlin menyebut sikap petahana Donald Trump untuk mengajukan gugatan hukum atas hasil pemilu presiden AS.

Baca Juga: Pemimpin Negara-negara Arab Kasih Selamat dan Harapan buat Joe Biden, Penasaran?

Biden merebut cukup negara bagian untuk memenangkan kursi kepresidenan pada Sabtu dan telah mulai membuat rencana ketika dia menjabat pada 20 Januari mendatang.

Trump belum mau mengakui kekalahan dan merencakan penggalangan dukungan untuk gugatan hukum. 

Beberapa aliansi terbesar dan terdekat Amerika Serikat di Eropa, Timur Tengah, dan Asia dengan cepat memberi selamat kepada Biden selama akhir pekan meskipun Trump menolak untuk menyerah. Ucapan selamat pada Biden telah mengalir dari aliansi Trump, termasuk Israel dan Arab Saudi. 

Kanselir Jerman Angela Merkel pada Senin menyeru Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat untuk bekerja "berdampingan". Merkel memuji Biden sebagai pemimpin berpengalaman yang mengenal Jerman dan Eropa dengan baik serta menekankan nilai dan kepentingan bersama aliansi NATO.

Namun Beijing dan Moskow memilih sikap berhati-hati.

“Kami memperhatikan bahwa Biden telah menyatakan kemenangan pemilu,” papar juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Wang Wenbin saat konferensi pers harian.

Dia menambahkan, “Kami memahami bahwa hasil pemilu presiden AS akan ditentukan mengikuti hukum dan prosedur AS.”

Pada 2016, Presiden China Xi Jinping mengirim ucapan selamat kepada Trump pada 9 November, sehari setelah kemenangan pemilu.

Hubungan antara China dan Amerika Serikat berada pada titik terburuk dalam beberapa dekade karena perselisihan mulai dari sektor teknologi dan perdagangan hingga demokrasi Hong Kong dan virus corona. Tak hanya itu, pemerintahan Trump telah mengeluarkan rentetan sanksi terhadap Beijing.

Biden diperkirakan mempertahankan sikap keras terhadap China. Apalagi Biden menyebut Xi sebagai "preman". Biden juga berjanji memimpin kampanye untuk "menekan, mengisolasi, dan menghukum China."

Biden kemungkinan akan mengambil pendekatan yang lebih terukur dan multilateral.

Media pemerintah China memberikan nada optimis dalam tajuknya dengan mengatakan hubungan dapat dipulihkan ke keadaan yang lebih dapat diprediksi, dimulai dengan perdagangan.

Kremlin mengatakan masih menunggu hasil resmi pemilu sebelum berkomentar. Rusia juga telah mencatat pengumuman Trump tentang gugatan hukum.

Presiden Rusia Vladimir Putin tetap diam sejak kemenangan Biden. Menjelang pemungutan suara, Putin tampaknya melindungi taruhannya, tidak menyukai retorika anti-Rusia Biden tetapi menyambut komentarnya tentang pengendalian senjata nuklir. Putin juga membela putra Biden, Hunter, dari kritik dari Trump.

"Kami pikir tepat untuk menunggu penghitungan suara resmi," ungkap juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan melalui telepon konferensi.

Biden menguasai lebih dari 270 suara Electoral College yang diperlukan untuk memenangkan Gedung Putih pada Sabtu, empat hari setelah pemilihan 3 November.

Dia mengalahkan Trump dengan lebih dari 4 juta suara secara nasional, menjadikan Trump sebagai presiden pertama sejak 1992 yang kalah dalam pemilu ulang.

Ditanya mengapa, pada 2016, Putin memberi selamat kepada Trump segera setelah dia memenangkan Electoral College dan mengalahkan Demokrat Hillary Clinton, Peskov mengatakan ada perbedaan yang jelas.

“Anda bisa lihat ada prosedur hukum tertentu yang sudah diumumkan oleh presiden saat ini. Makanya situasinya berbeda-beda dan oleh karena itu menurut kami pantas menunggu pengumuman resmi,” tutur dia.

Peskov menyebut Putin telah berulang kali mengatakan dia siap bekerja dengan pemimpin AS mana pun. Menurut dia, Rusia berharap dapat menjalin dialog dengan pemerintahan AS yang baru dan menemukan cara untuk menormalkan hubungan bilateral yang bermasalah.

Hubungan Moskow dengan Washington merosot ke posisi terendah pasca-Perang Dingin pada 2014 ketika Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina. Biden menjabat sebagai wakil presiden di bawah Presiden Barack Obama saat itu.

Hubungan makin memburuk karena tuduhan AS bahwa Moskow ikut campur dalam pemilu presiden AS 2016 dengan menggiring suara mendukung Trump. Tuduhan itu dibantah Kremlin.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: