Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, mencatat bahwa permintaan kredit masih belum stabil. Hal ini karena pengeluaran atau belanja kelompok menengah atas belum terlalu agresif.
Dengan kata lain, kelompok menengah atas masih menahan laju belanja, sementara kalangan menengah ke bawah masih mengalami stagnasi. Dengan demikian, hal ini menyebabkan melambatnya permintaan kredit di perbankan. Padahal, intensitas belanja masyarakat sangat memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Bank Go Digital, Bos BCA: Nasabah Jangan Gaptek!
"Credit card lebih parah lagi, masih utama kalau belanja kendaraan drop 22%. Artinya apa? Tidak ada suatu pencairan dana dari orang yang mampu belanja, padahal bisa dorong ekonomi," katanya, Selasa (10/11/2020).
Dalam catatan BCA, pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih terganggu. Di mana, per September 2020 nilai KPR yang diperoleh emiten hanya mencapai Rp1 triliun. Padahal, pada kondisi normal manajemen bisa mengantongi nilai sebesar Rp2,5 triliun.
"Karena Covid-19 pertumbuhan kredit terganggu, biasanya kita lepas KPR di zaman normal bisa Rp2,5 triliun, saat ini Rp1 triliun," ujarnya.
Sementara itu, nilai kredit baru kendaraan bermotor (KKB) hanya menyentuh angka Rp90 miliar pada April 2020. Nilai kredit KKB mengalami penurunan signifikan, padahal sebelum pandemi bisa mencapai Rp2,5 triliun. Sementara, pelunasan yang dibayarkan Rp2 triliun.
"Kejadian-kejadian ini betul-betul buat negatif carry, tapi kami tetap berusaha lepaskan kredit. Namun, pengembalian pinjaman itu kurangi outstanding balance yang terjadi di bank, ini perlu penjelasan jelas agar tahu betapa sulitnya," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: