Pada dasarnya, MIKTI membuka kerja sama dengan berbagai pihak, mengingat tujuan MIKTI adalah membantu Indonesia untuk lebih maju dan berdaya saing dengan telnologi yang ada saat ini. Adapun visi MIKTI adalah membangun ekosistem yang berkelanjutan.
Adapun, Ketua Tim Penulis Digital Incubator Play, Indra Purnama mengatakan latar belakang penulisan buku ini adalah pemahaman bahwa Indonesia telah menjadi pasar untuk produk digital.
"Kami harap peluang tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh start-up Indonesia. Dalam hal ini, inkubator atau inkubasi bisnis merupakan pendekatan yang paling tepat dan paling sistematis untuk menumbuhkembangkan start-up,"ungkapnya
Sayangnya, jumlah inkubator di Indonesia masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan peluang dan sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, MIKTI meluncurkan Digital Incubator Playbook yangi berisi pengetahuan dan pengalaman MIKTI selama mengelola dan memgembangkan inkubator.
"Buku ini kami harapkan bermanfaat bagi lembaga penyelenggara inkubator maupun startup/inovator," ujarnya.
Bagi inkubator, buku ini dapat dijadikan pijakan untuk memetakan kembali layanan dan bimbingan yang diberikan pada start-up agar mereka dapat berkembang, melalui framework baru, yang terdiri atas 4 lapisan, yaitu outcome (hasil akhir yang diharapkan oleh pemiliki inkubator), output (inovasi model bisnis, inovasi teknologi dan pemecahan permasalahan di masyarakat), process (program inkubasi, pendanaan dan sinergi ekosistem), dan people (pengelola dan peserta program inkubasi).
"Sementara bagi start-up, buku ini membantu memahami faktor risiko yang mereka hadapi," tambahnya.
Buku ini mengulas informasi dan pengetahuan dasar mengenai inkubator bisnis digital serta praktik terbaik dalam pengelolaannya. Buku ini juga dilengkapi oleh sejumlah lembar kerja (exercises) yang memudahkan pembaca untuk mengimplementasikan materi yang disajikan.
Inkubator tidak boleh meninabobokan start-up dengan memberikan harapan bahwa pasti berhasil. Sebaliknya, lebih baik berpahit-pahit dahulu agar start-up siap menghadapi persaingan yang sesungguhnya.
Sementara itu, penulis Digital Incubator Playbook, Dina Dellyana menyebutkan buku ini tidak bermaksud mengajari, tetapi lebih kepada mengumpulkan best practices dari ekosistem.
"Kami lebih menempatkan diri sebagai support system yang membantu teman-teman start-up. Pada dasarnya, buku ini memang lebih difokuskan pada digital start-up," katanya.
Ketua AIBI, Asril Fitri Syamas menambahkan Digital Incubator Playbook akan memperkaya khazanah dan melengkapi keberadaan para inkubator. Ini merupakan guidance book yang berisikan best practice of business incubation yang perlu menjadi referensi bagi pengelola IBT.
"Saya kira ini menjadi management tools dan menjadi bagian dari knowledge pengelola inkubator dalam rangka meningkatkan kapasitas kemampuannya melahirkan wirausaha baru berbasis teknologi," imbuhnya.
Pada dasarnya, start-up tidak bisa berjalan sendiri. Saat ini 70-80 inkubator ada di perguruan tinggi. Mayoritas inkubator saat ini bersifat nonprofit, tapi harus melahirkan perusahaan yang berorientasi pada profit. Oleh karena itu, harus dibangun budaya inkubator yang baik dan perlu adanya regulasi dari pemerintah. Contoh Cina yang pemerintahnya mempunyai peran penting dalam pembinaan start-up melalui inkubator.
Yang difokuskan oleh inkubator adalah pengelolaan risiko kegagalan dari start-up, seperti dukungan yang kurang, pengalaman yang kurang, permodalan, akses pasar, dan akses teknologi.
Intinya, inkubator merupakan proses pembinaan, pendampingan, mentoring, coaching, dan pengembangan start-up. Untuk memperoleh itu semua, perlu dukungan infrastuktur, seperti kantor dan ruang kerja tenant, internet, ruang rapat, ruang pelatihan, dan lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil