Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dampak Pagebluk Covid-19, Kebutuhan Energi Anjlok 16% Selama 2020

Dampak Pagebluk Covid-19, Kebutuhan Energi Anjlok 16% Selama 2020 Pekerja melakukan pengecekan instalasi sumur Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi di dataran tinggi Dieng, Batur, Banjarnegara, Jateng, Rabu (4/4). Dieng merupakan salah satu lokasi proyek PLTP Geo Dipa Energi dengan kontur pegunungan, sumber air panas, solfatara, fumarole serta bebatuan yang merupakan lokasi potensial untuk pengembangan sumber energi panas bumi (geothermal) dengan perkiraan sebesar 400 MW. | Kredit Foto: Antara/Anis Efizudin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi Covid-19 memberikan pukulan telak terhadap sektor energi di hampir seluruh negara, tidak terkecuali Indonesia. Pandemi yang telah merebak sejak awal tahun mengakibatkan kebutuhan terhadap energi mengalami penurunan.

Vice President Pertamina Energy Institute, Hery Haerudin mengatakan, berdasarkan hasil studi Pertamina Energy Institute, pandemi mengakibatkan kebutuhan energi anjlok hingga 16% sepanjang 2020.

"Pada jangka panjang menurun sebesar 3 persen," ujar Hery dalam webinar online, Selasa (8/12/2020).

Baca Juga: Pertamina Pede Tahun Ini Bisa Sulap Rugi Jadi Untung Belasan Triliun Rupiah

Studi tersebut juga menunjukkan, pemulihan kebutuhan energi primer baru akan mulai terjadi pada 2022.

Tumbuhnya permintaaan energi primer diikuti dengan terus tumbuhnya bauran energi baru terbarukan (EBT) terhadap energi primer.

Hery menuturkan, dari tiga skenario yang dibuat oleh Pertamina Energy Institute, dua di antaranya menunjukan EBT akan tumbuh paling cepat dibanding sumber energi lainnya. Jika mengacu pada skenario Market Driven, pemerintah memberikan fokus lebih terhadap percepatan transisi energi, bauran EBT akan mencapai 16 persen pada 2030.

"Jadi kita memerlukan dukungan kebijakan. EBT akan menjadi energi primer dengan pertumbuhan paling tinggi," tutur Hery.

Dengan asumsi pertumbuhan tersebut, Hery menuturkan, pemerintah dapat merealisasikan target penurunan emisi yang telah dipatok, yakni sebesar 28%.

"Meskipun demikian, ini memerlukan dukungan disrupsi lainnya. Seperti pertumbuhan kendaraan bermotor listrik, penggunaan biofuel, maupun penggunaan gas alam," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: