Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tren Energi Terbarukan Meningkat, PLN Persiapkan Industri Batu Baterai

Tren Energi Terbarukan Meningkat, PLN Persiapkan Industri Batu Baterai Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Transisi energi terbarukan mulai terjadi di seluruh dunia dan berdampak pada penurunan permintaan ekspor batu bara di masa depan. Mengatasi hal ini, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mulai mengembangkan industri batu baterai lithium untuk mendukung transisi energi terbarukan.

Berdasar data yang dirilis oleh Bloomberg NEF, ada 10 juta bus listrik yang beredar di seluruh dunia dan jumlahnya terus meningkat. Kepala Riset APAC Bloomberg NEF, Ali Izadi mengatakan pada 2050 energi terbarukan sinar matahari dan angin akan mendominasi pasar energi di dunia. Oleh karena itu dibutuhkan infrastruktur pembangkit listrik dari panel surya yang memadahi, termasuk batu baterai.

Direktur Mega Proyek PLN, M Ikhsan Asaad mengatakan bahwa Indonesia sudah mulai melakukan transisi energi terbarukan fase pertama. Fase pertama transisi diesel ke energi terbarukan ini dilakukan di 200 titik dengan total kapasitas 225 MW. 

Baca Juga: Pertamina Targetkan Pembangkit Listrik EBT 10 GW pada 2026

"Kita juga mengupayakan digitalisasi berupa smart grid, smart meter, smart home. Kemudian kami juga mengadakan storage terdistribusi. Oleh karena itu, Pertamina, PLN, Antam juga berkolaborasi berupaya mengembangkan industri batu baterai di Indonesia," kata Ikhsan, Rabu (9/12/2020) dalam diskusi panel Indonesia Energy Transition Dialog (IETD) 2020 bertajuk Global Energy Transitions and The Implications for Indonesia.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, agar BUMN energi di Indonesia dapat bertahan di era transisi energi ini, mereka harus melakukan transformasi bisnis dan inovasi. Di sektor kelistrikan, pemerintah perlu merancang perubahan struktur industri kelistrikan dan penetapan tarif listrik yang merefleksikan biaya produksi marginal jangka panjang (long term marginal cost).

"PLN perlu mengintegrasikan sistem penyediaan energi terdistribusi dan memperkuat konsumen-konsumen untuk menjadi produsen energi dan membantu PLN mengatasi kebutuhan investasi penyediaan energi yang membutuhkan investasi US$25 miliar per tahun menurut IEA (2020) untuk mengakselerasi transisi energi," kata Fabby.

Namun, tantangan bagi pemerintah adalah membuat peta jalan, perencanaan dan mengelola proses transisi ini mengingat aset infrastruktur fossil fuels yang dimiliki BUMN sangat besar. Fabby mengatakan tidak banyak waktu tersisa, maksimal lima tahun untuk menghindari BUMN energi seperti PLN menanggung kerugian finansial karena aset PLTU-nya tidak kompetitif terhadap teknologi pembangkit listrik surya dan storage.

Baca Juga: Alternatif Bioplastik Sawit untuk Solusi Sampah Plastik

Faisal Basri selaku Anggota Indonesia Circular Economy Forum (ICEF) mengatakan, selain pengadaan infrastruktur panel surya yang memadahi, pemerintah juga harus satu suara dalam kebijakan energi terbarukan.

"Harus ada mekanisme harga yang mendukung juga untuk energi terbarukan," kata Faisal di kesempatan yang sama.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: