Kuartal akhir tahun 2020 hingga awal 2021, kondisi iklim global dihadapkan pada gangguan anomali berupa fenomena La Nina dengan level intensitas mencapai "moderate" di Samudra Pasifik ekuator.
Pemantauan BMKG terhadap indikator laut dan atmosfer menunjukkan suhu permukaan laut Samudra Pasifik ekuator bagian tengah dan timur mendingin -0.5°C hingga -1.5°C selama tiga bulan berturut-turut diikuti oleh penguatan angin pasat. Baca Juga: Waspada, Orang-orang Jakarta Harus Cek Ramalan BMKG untuk Pagi Ini
La Nina telah lama diketahui memiliki dampak yang bersifat global berupa peningkatan curah hujan di wilayah Pasifik barat meliputi Indonesia, sebagian Asia Tenggara, dan bagian utara Australia, Brazil bagian utara, dan sebagian pantai barat Amerika Serikat, namun menyebabkan pengurangan curah hujan di sebagian pantai timur Asia, bagian tengah Afrika, dan sebagian Amerika bagian tengah.
Sebagai bagian dari variabilitas sistem iklim global, La Nina dan El Nino berulang dan memiliki siklus 2-8 tahun. La Nina terakhir pada 2010 dimana untuk wilayah Indonesia dikenal sebagai tahun basah karena hampir terkesan tidak ada kemarau sepanjang tahun akibat curah hujan yang berlebih.
"La Nina lebih dipandang sisi negatifnya saja yang berdampak pada bencana hidrometeorologi. Padahal dalam enam kali La Nina dalam periode 30 tahun terakhir telah terjadi surplus air tanah tahunan di Waeapo-Pulau Buru sebesar 775 mm atau setara dengan 222 persen dari kondisi normalnya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat membuka webinar KedaiIklim#4 BMKG yang bertajuk "La Nina: Manfaatkan Air Hujan Berlimpah Untuk Kesejahteraan dan Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi" di Jakarta, Selasa (29/12) kemarin.
Webinar tersebut bertujuan menggali dampak positif dari peluang air hujan yang berlebih serta meningkatkan sinergi antara Kementerian, Lembaga dan masyarakat untuk penurunan risiko bencana hidrometeorologi dalam tahun basah La Nina.
Lebih lanjut Dwikorita menambahkan, hal tersebut mengindikasikan bahwa La Nina selain memiliki sisi ancaman, namun juga punya peluang positif yang dapat dimanfaatkan seperti panen hujan dan surplus air tanah, peningkatan produktivitas pertanian yang memerlukan banyak air, dan pemanfaatan telaga yang muncul selama tahun basah untuk budidaya ikan air tawar semusim.
"Kita bisa mengambil berkah dari fenomena La Nina sehingga para petani di wilayah yang sudah terkenal selalu kering dan kekurangan air bisa melakukan pemanenan air, dan diakhir musim kemarau transisi yaitu September-Oktober masih bisa melakukan pemanenan kacang tanah," tambah dia.
Dwikorita mengharapkan, webinar tersebut dapat menjaring masukan dari para ahli sehingga diharapkan akan lahir panduan untuk mengambil sisi positif dari La Nina.
Hal senada disampaikan Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono yang juga merupakan pakar Ekohidrolik dan pelopor restorasi sungai Indonesia. Ia mengatakan bahwa seharusnya tahun basah bisa dimanfaatkan.
Daerah kering dan semi kering juga dapat memanfaatkan air berlimpah. Air tanah bisa maksimal terisi begitu pula dengan danau, situ, serta telaga. Alur sungai juga bisa sempurna terbentuk.
"Memang ada ancaman bencana tapi harus dijadikan pengungkit kemajuan dalam segala bidang misalnya pengetahuan, penemuan rekayasa teknologi dan industri, penyediaan sandang, papan dan pangan, daya juang dan motivasi bangsa, sikap tanggap dan peduli serta menjaga alam dan lingkungan," katanya.
Menurut Agus, pemerintah harus menyeting masyarakat untuk melakukan suatu gerakan secara sporadis untuk menghadapi La Nina. Misalnya dengan susur sungai, sehingga masyarakat di sekitar sungai tahu potensi-potensi sungai yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi maupun untuk pemanfaatan potensi wisata, potensi sumber air, dan potensi perikanan.
"Kalau ada bencana mereka siap karena mereka tahu dimana titiknya dan kalau tidak ada bencana mereka juga tahu manfaatnya sehingga bisa mengungkit kesejahteraan masyarakat," kata Agus.
Begitu pula dari sektor pertanian, Rizaldi Boer dari Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, La Nina punya manfaat bagi pertanian pangan. La Nina mempunyai dampak positif antara lain peluang percepatan tanam, perluasan area tanam padi baik di lahan sawah irigasi, tadah hujan, maupun ladang.
Dampak positif lainnya yaitu meningkatkan produksi perluasan lahan pasang surut, lahan pesisir akan berkembang lebih baik karena salinitas dapat dikurangi dan perikanan darat bisa dikembangkan lebih awal.
Untuk mengurangi dampak La Nina, menurut dia, perlu pembinaan kepada para petani tentang metode pengeringan dan penyimpanan benih, karena saat La Nina curah hujan tinggi yang dapat mempengaruhi kualitas benih. Masyarakat juga perlu membangun gudang benih dan menyediakan varietas padi tahan rendaman serta penyesuaian aplikasi pupuk.
Petani juga dapat memanfaatkan dampak positif La Nina dengan meningkatkan areal tanam pada musim hujan dan khususnya pada lahan kering. Memanfaatkan mundurnya akhir musim hujan dengan tanaman umur pendek dan berekonomi tinggi. Serta adaptasi teknik budidaya pada daerah endemik banjir dan pertanian lahan kering di lahan gambut.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Edy Purnawan mengatakan, di Indonesia lahan pertanian yang terdampak banjir rata-rata 237 ribu hektare, dari total lahan tersebut yang bisa diselamatkan hanya 72 persen selebihnya terkena puso.
Sebagai langkah antisipasi dampak La Nina, Kementerian Pertanian melakukan tujuh langkah yaitu pemetaan wilayah rawan banjir, sistem peringatan dini dan rutin pantau informasi BMKG, membentuk brigade La Nina, gerakan pompanisasi, menggunakan benih tahan genangan, asuransi usaha tani, dan bantuan benih gratis bagi puso juga bantuan alat pengering untuk menyelamatkan hasil panen.
Dari segi sumberdaya air, menurut Direktur Bina Teknik SDA Kementerian PU-Pera Eko Winar Irianto, kondisi La Nina dapat memenuhi kapasitas energi maksimum pada operasional waduk, sementara dalam kondisi El Nino energi yang dihasilkan akan berkurang.
"Maka fungsi waduk dalam rangka untuk menjaga stabilitas dari sumberdaya air yang dikeluarkan termasuk juga menjaga dalam kondisi El Nino produksi energi yang dihasilkan tidak jatuh sedangkan La Nina akan bisa dicapai maksimum," katanya.
Mitigasi Bencana
Kepala Pusat Informasi Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengatakan, bencana hidrometeorologi merupakan bencana menahun yang kerap terjadi baik pada musim hujan, transisi, maupun kemarau.
Pada musim hujan, berpotensi terjadi banjir, banjir bandang dan tanah longsor, dimasa transisi biasanya ditandai hujan lebat pada periode singkat disertai angin kencang hingga hujan es. Sedangkan di musim kemarau potensi bencana yang dihadapi berupa karhutla dan gelombang tinggi.
Fachri mengatakan, BMKG menggunakan berbagai sumber data untuk membuat informasi cuaca, mulai dari data pengamatan dengan menggunakan Satelit, serta 42 Radar Cuaca, ribuan peralatan observasi secara digital yg terhubung dengan Internet of Things (IoT), hingga memperhatikan fenomena atmosfer global dan lokal. Seluruh data tsb diolah dengan Pemodelan Numeris secara "ensambel", untuk memberikan hasil Prakiraan dg resolusi 3 kilometer persegi hingga skala tapak, untuk seluruh kecamatan di Indonesia. Prakiraan Cuaca tsb disajikan untuk periode 1 hingga 6 hari ke depan, dengan interval waktu tiap 3 jam hingga 6 jam untuk cuaca publik, dan intervsl waktu update utk tiap 30 menit bagi cuaca penerbangan (untuk take off dan landing pesawat).
Bahkan BMKG juga sudah menerapkan prakiraan cuaca berbasis dampak, sebuah perubahan pardigma layanan yang sudah memperkirakan faktor bahaya dan kerentanan.
Dalam menghadapi berbagai potensi bencana tersebut, sinergi dilakukan mulai dari hulu dengan informasi kesiapsiagaan hingga ikut serta dalam operasi TMC untuk penanganan karhutla.
Terkait informasi cuaca yang diberikan bersifat multi layer, dengan periode dari perkiraan panjang, setahun, enam bulan, bulanan, harian bahkan juga periode pendek, dengan harapan informasi yang disebarkan dapat dimanfaatkan masyarakat untuk berbagai kegiatan multi sektor dan kesiapsiagaan dalam rangka mewujudkan "zero victim" (nol jumlah korbannya).
Data dan informasi dari BMKG menjadi acuan dari berbagai pihak seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya pencegahan dan penanganan bencana, kata Muhammad Saparis Soedarjanto dari Diirektorat Perencanaan Evaluasi KLHK.
Begitu pula dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) - Kementerian ESDM, menurut Kepala Bidang Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto, informasi cuaca menjadi masukan penting untuk peringatan dini longsor (pergerakan tanah) yang dikeluarkan oleh PVMBG.
Menurut dia, pergerakan tanah menjadi pola rutin berulang setiap tahun ditambah dengan aktivitas manusia, sehingga peringatan dini sejak jauh hari harus disiapkan.
"Untuk peringatan dini kita sudah punya gambaran secara global, apa yang dilakukan menjelang masa puncak, dengan informasi curah hujan ini menjadi lebih detil lagi," katanya.
Direktur Kesiapsiagaan BNPB Eny Supartini mengatakan, hingga 28 Desember 2020 bencana di Indonesia masih didominasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor.
Program pencegahan yang dilakukan BNPB mulai dari penguatan kelembagaan di daerah, informasi risiko sampai ke level bawah, sistem peringatan dini dan sinergitas antarpihak terkait.
"Kami tetap meminta daerah untuk memantau informasi yang diberikan BMKG," kata Eny meski BNPB sudah memiliki aplikasi InaRISK sebagai antisipasi jangka pendek dan jangka panjang dan yang tertpenting agar informasi bisa sampai ke masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil