Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Perusahaan Raksasa: Bisnis Chaebol Sederhana Antarkan SK Holding Jadi Konglomerat ke-4 Korsel

Kisah Perusahaan Raksasa: Bisnis Chaebol Sederhana Antarkan SK Holding Jadi Konglomerat ke-4 Korsel Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Jakarta -

SK Holdings Group adalah konglomerat terbesar keempat di Korea Selatan. Perusahaan ini terdiri atas 50 anak perusahaan, dengan 12 di antaranya telah terdaftar dalam Bursa Efek Korea. 

Bisnis terbesar milik SK adalah industri kimia, minyak bumi, dan energi. Bisnis pelengkapnya adalah SK sebagai penyedia layanan telepon seluler nirkabel terbesar di Korsel, SK Telecom. 

Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Gurita Bisnis Keluarga Ambani, Bikin Reliance Industries Terus Melejit

Bukan cuma itu, konglomerat Korsel ini juga menyediakan layanan bidang konstruksi, pengiriman, pemasaran, telepon lokal, dan internet berkecepatan tinggi. Jaringan bisnis SK yang tersebar luas itu membawanya menjadi salah satu perusahaan raksasa di dunia. Dalam Fortune Global 500, SK menduduki peringkat ke-97 dunia.

Dalam catatan itu di 2020, SK mendapatkan pendapatan total per tahun sebesar 86,16 miliar dolar AS. Untuk laba bersihnya sendiri mencapai 615 juta dolar. Sementara aset dan total ekuitasnya sendiri masing-masing 114,17 dan 14,43 miliar dolar AS. 

Sayangnya, peringkat SK dalam Global 500 itu tertnyata turun dari yang sebelumnya di urutan ke-73 dunia. Itu terjadi di tahun 2019 dengan pendapatan total mencapai 95,90 miliar dolar. Sementara keuntungannya saat itu di angka 2 miliar dolar. 

Seperti apa perjalanan dari konglomerat Korsel, SK Holdings? Berikut ulasan ringkas Warta Ekonomi, Senin (4/1/2021) seperti dalam artikel sebagai berikut.

h1973.jpg

Pertumbuhan SK menjadi salah satu dari empat konglomerat (chaebol) teratas Korsel cukup mengesankan mengingat asal-usul perusahaan yang sangat sederhana. Chaebol sendiri bisa didefinisikan sebagai konglomerat yang memiliki beragam bisnis, yang dikontrol dan dikelola ketat oleh keluarga yang mendominasi Korsel sejak 1950-an. 

Didirikan pada 1953, tepat setelah Perang Dunia II, SK memulai bisnisnya sebagai produsen tekstil bernama Sunkyong Textiles. Sang pendiri, Chey Jong-kun, dengan tepat menyadari bahwa pakaian dan tekstil lainnya akan mendapat permintaan tinggi dari penduduk Korsel yang tengah porak-poranda pasca-perang saudara. 

Perusahaan memulai langkahnya dengan mendirikan sebuah pabrik kecil dengan hanya 15 alat tenun. Perusahaan segera memasukkan penggunaan serat buatan ke dalam produksinya, yang memungkinkannya memasuki pasar yang menguntungkan untuk sutra buatan.

Perusahaan terus berinvestasi dalam peralatan baru. Pada awal 1960-an telah memperluas ruang produksinya menjadi lebih dari 300 alat tenun.

h1953.jpg

Sunkyong juga telah meluncurkan merek pertamanya pada saat itu, sederet tempat tidur sutra dengan nama Phoenix, diperkenalkan pada  1958. Pada  1962, perusahaan tersebut telah meluncurkan ekspor pertamanya, ke Hong Kong, dan tahun 1963 telah memperoleh hak eksklusif untuk mengekspor produk buatan sutra ke Hong Kong.

Korea Selatan pada awal 1960-an tetap cukup miskin, dengan pendapatan per kapita tahunan rata-rata hampir tidak lebih dari 100 dolar AS. Meskipun demikian, Sunkyong tetap menjadi produsen tekstil yang relatif kecil selama beberapa dekade, tetapi telah mulai mengembangkan ambisinya sendiri untuk melakukan diversifikasi.

Selama dekade tersebut, Chey memimpin perusahaan ke sejumlah bidang baru, terutama produksi serat poliester, yang diluncurkan di bawah SK Chemicals masa depan pada tahun 1969. Pada tahun itu, perusahaan tersebut membentuk usaha patungan dengan Deijin Jepang, yang disebut Tekstil Buatan Sunkyong.

h04.jpg

Pada akhir tahun, perusahaan telah memulai ekspor tekstil buatan pertamanya ke Jerman dan Jepang. Meskipun operasi ini tetap dalam lingkup pasar tekstil asli Sunkyong, usaha bisnis lain mengambil lebih banyak aspek dari chaebol biasa —termasuk pembelian hotel Walkerhill Seoul oleh perusahaan pada tahun 1973.

Tahun itu menandai titik balik lain bagi perusahaan. Terutama ketika ketika Jong-Kun Chey meninggal karena serangan jantung pada usia 47 tahun. Kepemimpinan Sunkyong diambil alih oleh adik laki-laki Chey, Jong-Hyon Chey, yang telah bergabung dengan perusahaan pada tahun 1962, sekembalinya ke Korea Selatan setelah menempuh studi di Amerika Serikat sejak 1954.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: