Menimbang Hukum Kebiri Kimia untuk Pelaku Kekerasan Seksual di Indonesia, Efektifkah?
Seberapa efektif hukuman kebiri kimia ini?
Meskipun mengapresiasi, KPAI juga mengingatkan bahwa tindakan kebiri kimia tidak akan efektif jika motif pelaku kejahatan dikarenakan faktor psikologis, bukan dorongan libido atau hormon dalam tubuhnya.
"Secara pribadi, saya berpendapat harus dilihat dulu apakah karena psikologis atau faktor hormon dalam tubuhnya sehingga pelaku melakukan kejahatan," kata Retno seperti yang dikutip oleh Republika.
Karena itu, menurut Retno, KPAI mendorong adanya pendalaman terkait alasan motif pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Koordinator Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi, mengatakan hukuman kebiri tidak efektif untuk pelaku kekerasan seksual.
"Karena kekerasan dan kejahatan seksual yang terjadi pada anak juga bersumber pada relasi kuasa yang timpang, yang kemudian menempatkan anak-anak semakin mudah menjadi sasaran kekerasan itu sendiri," kata Mutiara kepada ABC News.
"Kebijakan kebiri menunjukkan cara berpikir yang tidak berorientasi pada upaya memerangi akar persoalan tersebut," tambahnya.
Senada dengan Mutiara, Komnas Perempuan menentang pengebirian apapun bentuknya dan mengatakan hukuman kebiri tidak bisa memenuhi tujuan pemidanaan, yakni untuk mencegah tindak pidana dan menegakkan norma hukum, serta menyelesaikan konflik.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menilai, kekerasan seksual terjadi bukan hanya karena libido atau kepuasan seksual, melainkan sebagai bentuk penaklukan yang menunjukkan kekuasaan maskulin, kemarahan atau pelampiasan dendam.
"Jadi mengontrol hormon seksual tidaklah menyelesaikan kekerasan seksual," katanya.
Sementara itu, meski mengakui bahwa "kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang mengerikan", manajer media dan kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, mengatakan "menghukum pelaku dengan kebiri kimia hanya memperparah kekejaman."
Nurina menambahkan, tidak ada bukti bahwa ancaman kebiri kimia efektif untuk mencegah tindak kekerasan seksual terhadap anak.
"Bahkan, sejak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang mengizinkan kebiri kimia dikeluarkan oleh Presiden dan disahkan oleh DPR menjadi undang-undang pada tahun 2016, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur meningkat lebih dari sepuluh kali lipat," ujar Nurina.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat 350 kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur pada 2019, dibandingkan dengan 25 kasus pada 2016.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto