Menurutnya, Minor Planet Center (MPC) yang dikelola oleh International Astronomical Union (IAU) tidak mengumumkan adanya papasan dekat asteroid dengan potensi bahaya. Pada 24 Januari 2021, terdapat setidaknya tiga asteroid berdiameter
"Bila memang apa yang terjadi di Buleleng merupakan jatuhnya meteor berukuran besar, maka objek tersebut tidak berasosiasi dengan asteroid yang terdeteksi dan terkatalogkan sebelumnya," ujar doktor Astronomi jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Peristiwa di Buleleng ini, kata Rhorom, juga pernah dialami warga Bone pada 8 Oktober 2009. Warga mendengar ledakan disertai getaran kaca-kaca rumah mereka.
Baca Juga: Kagetkan Warga Bali, Ledakan di Buleleng Terekam Sensor Seismik BMKG
Warga juga melihat jejak asap di langit. Dugaan Lapan saat itu ada meteor besar jatuh, yang kemudian mendapat bukti dari peneliti NASA yang menggunakan data infrasound.
Data infrasound mengindikasikan adanya meteor jatuh yang diperkirakan berdiameter 10 meter. Belakangan diketahui juga seismograf BMKG terdekat merekam getaran 1,9 magnitudo.
"Bila dibandingkan dengan kejadian di Bone, ada kemiripan sehingga diduga ledakan di Buleleng juga disebabkan adanya meteor besar yang jatuh. Meteor itu menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai ledakan," paparnya.
Ia menduga, meteor jatuh di Buleleng memiliki ukuran awal beberapa meter, lebih kecil daripada asteroid Bone. Kendati demikian, Rhorom menegaskan meteor yang telah mencapai permukaan Bumi tidak berpotensi bahaya.
"Benda antariksa ini tidak mengandung unsur radioaktif yang membahayakan, mineral yang terkandung dalam meteor pun tidak berbahaya bagi lingkungan," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: