Regulasi Penjualan Alkohol di E-Commerce Belum Memadai, CIPS Usul Aturan Diperketat
Penjualan minuman beralkohol secara langsung diatur dengan ketat di Indonesia. Namun sayangnya, penjualan minuman beralkohol di platform e-commerce justru belum didukung oleh payung hukum yang memadai. Absennya legalitas penjualan minuman beralkohol secara online dapat mengakibatkan peningkatan pada angka konsumsi minuman beralkohol ilegal, menimbulkan risiko kesehatan hingga kematian bagi penggunanya hingga hilangnya potensi pendapatan dari cukai bagi pemerintah.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, mengatakan bahwa terdapat berbagai peraturan di tingkat nasional dan daerah yang mengatur perdagangan minuman beralkohol, seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2014. Sayangnya, semua peraturan ini melewatkan pengaturan penjualan minuman beralkohol pada platform e-commerce.
Baca Juga: E-Commerce Live Streaming dan Konten Rekomendasi Semakin Meroket di Indonesia
"Penjualan barang di platform e-commerce harusnya sudah mampu diantisipasi pemerintah sejak lama. Selain mendukung pertumbuhan ekonomi, penjualan barang, khususnya minuman beralkohol, juga membawa konsekuensi yang perlu ditindaklanjuti, seperti perlunya mekanisme pengawasan dan verifikasi untuk memastikan legalitas produk yang dijual dan usia minimal konsumen yang membeli. Kalau dibiarkan, akan timbul akibat lain yang merugikan konsumen seperti kerawanan konsumsi minuman beralkohol ilegal dan oplosan, tidak berjalannya pengawasan dan proses verifikasi usia, serta potensi penerimaan cukai yang hilang," terang Pingkan, Selasa (26/1/2021).
Padahal, ekonomi digital Indonesia sedang tumbuh pesat. Pertumbuhan ini terus meningkat di masa pandemi Covid-19 karena implementasi berbagai kebijakan pembatasan sosial yang menyebabkan berkurangnya mobilitas masyarakat.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada April 2020 sudah mengeluarkan regulasi yang melarang penjualan minuman beralkohol di internet yang tertuang pada Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 Pasal 29. Namun belakangan, Pasal 29 dari peraturan ini ditarik kembali implementasinya lewat surat edaran. Hal ini, lanjut Pingkan, menambah ketidakjelasan tentang legalitas penjualan minuman beralkohol secara online.
Minuman beralkohol tidak diperbolehkan dikonsumsi oleh anak di bawah umur karena dapat menimbulkan risiko kesehatan masyarakat di kalangan remaja. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2019 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, 0,3% anak-anak usia 10 hingga 14 tahun dan 3,7% remaja usia 15 hingga 19 tahun dilaporkan mengonsumsi alkohol (Kementerian Kesehatan, 2019). Kelompok tersebut cenderung mengonsumsi alkohol oplosan, yaitu minol yang dicampur dengan bahan lain seperti minuman energi, minuman soda, atau obat herbal.
Ia menjelaskan, pelaku usaha e-commerce dihadapkan pada kewajiban yang berbeda dengan pelaku usaha tatap muka langsung terkait verifikasi informasi. Laporan WHO pada 2018 menyebut konsumsi minuman beralkohol di Indonesia memang relatif rendah, yaitu sebesar 0,8 liter per kapita per tahun, sebanyak 0,5 liter di antaranya adalah konsumsi minuman beralkohol ilegal dan oplosan.
Hal ini tentu membawa konsekuensi kesehatan yang serius mengingat minuman beralkohol ilegal dan oplosan belum tentu dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang aman untuk dikonsumsi manusia, misalnya saja etanol dan bahan-bahan berbahaya lainnya.
Pingkan memaparkan, ada beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk memberikan legalitas pada penjualan minuman beralkohol pada platform e-commerce. Yang pertama adalah penghapusan Pasal 29 pada Peraturan BPOM nomor 8 Tahun 2020 untuk menghindari ketidakjelasan pada peraturan secara permanen.
Namun, BPOM tetap perlu melaksanakan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, khususnya dengan Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga serta Direktorat Perdagangan Dalam Negeri untuk menyelaraskan teknis regulasi. Pada tahapan ini, pemerintah juga disarankan untuk melaksanakan diskusi yang melibatkan para pelaku usaha dan asosiasi e-commerce.
Selanjutnya, Pingkan juga menyarankan adopsi praktik internasional untuk proses verifikasi melalui pemeriksaan kartu identitas dan melakukan langkah-langkah verifikasi yang diperkuat serta perizinan penjualan digital untuk mencegah anak di bawah umur dapat mengakses dan membeli minuman beralkohol pada platform e-commerce.
Kementerian Perdagangan perlu mengatur perizinan minuman beralkohol untuk dijual secara online. Pengaturan ini, lanjut Pingkan, merupakan bukti bahwa minuman beralkohol yang dijual secara online adalah alkohol yang tercatat dan dapat dipantau kepatuhannya terhadap peraturan dengan mudah.
"Lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) harus mencabut pembatasan penjualan minuman beralkohol secara online yang dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2016 dan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan serta BPOM untuk mengeluarkan peraturan penjualan secara online yang mengedepankan kewajiban bagi pedagang dan penyedia layanan e-commerce untuk mencegah konsumsi minuman beralkohol bagi anak di bawah umur," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum