Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

4 Hari Berkuasa di Myanmar, Junta Militer Makin Ganas dan Terus Tekan Rakyat

4 Hari Berkuasa di Myanmar, Junta Militer Makin Ganas dan Terus Tekan Rakyat Para kepala militer tiba pada konferensi pers menjelang dimulainya masa jabatan parlemen baru di ibu kota Myanmar, Naypyitaw minggu ini. | Kredit Foto: Reuters/Thar Byaw
Warta Ekonomi, Yangon -

Setelah empat hari berkuasa, junta militer mulai menunjukkan keganasannya. Tak hanya menekan warga yang memprotes kudeta, penguasa juga memblokir akses media sosial seperti Facebook dan WhatsApp.

Padahal, kedua platform itu kerap dipakai warga untuk menuangkan protesnya. Kemarin, tiga orang ditangkap di kota terbesar kedua di negara itu, Mandalay. Penangkapan itu jadi yang pertama terhadap protes jalanan yang menentang kudeta.

Baca Juga: Banyak yang Menanti Langkah Indonesia Tanggapi Kudeta Myanmar karena...

Penangkapan tersebut dikonfirmasi aktivis mahasiswa dari tiga kelompok yang berbasis di Mandalay dan Yangon. Gambar di media sosial menunjukkan pengunjuk rasa melambaikan spanduk dan meneriakkan slogan anti kudeta di Mandalay.

Sebuah video di Facebook menunjukkan, sekitar 20-an warga melakukan aksi di luar Universitas Kedokteran Mandalay. Mereka membawa sejumlah spanduk bernada protes. Salah satunya berbunyi, “Rakyat memprotes kudeta militer”.

Mereka juga berorasi dan meminta militer melepas para tokoh yang ditangkap. “Pemimpin kami yang ditangkap, lepaskan sekarang! Lepaskan sekarang!” teriak para pengunjuk rasa,” seperti dikutip Straits Times, kemarin.

Terkait blokir akses warga pada Facebook dan WhatsApp, Kementerian Komunikasi dan Informasi Myanmar menjelaskan, Facebook yang digunakan oleh lebih dari setengah dari 53 juta penduduk Myanmar, akan diblokir hingga 7 Februari.

“Karena para pengguna menyebarkan berita palsu dan informasi yang salah. Yang mengakibatkan kesalahpahaman,” bunyi pernyataan kementerian itu, dikutip Reuters.

Namun Juru Bicara Facebook, Andy Stone mendesak pihak berwenang untuk memulihkan konektivitas. Sehingga masyarakat di Myanmar bisa berkomunikasi dengan keluarga dan teman mereka.

“Serta bisa mengakses informasi penting,” ujar Stone.

Telenor Asa, Norwegia, sebuah operator jaringan seluler terkemuka di Myanmar, mengatakan, pihaknya tidak punya pilihan selain mematuhi arahan pemerintah untuk memblokir Facebook.

“Telenor tidak percaya bahwa permintaan tersebut didasarkan pada kebutuhan dan proporsionalitas, sesuai hukum hak asasi manusia internasional,” kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.

Sejumlah warga akhirnya menggunakan Jaringan Virtual Pribadi (Virtual Private Network/VPN), untuk menghindari pemblokiran. Sementara Twitter, yang tidak diblokir, mengalami peningkatan pengguna baru. #CivilDisobedienceMovement adalah tagar trending teratas di negara ini. Diikuti #Justice- ForMyanmar di bawahnya.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres mengatakan, akan melakukan segala daya untuk menekan Myanmar, dan memastikan bahwa kudeta itu gagal.

Guterres mengaku, pihaknya akan memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan pada Myanmar.

“Setelah pemilu yang saya yakini berlangsung normal dan setelah periode transisi yang besar, sama sekali tidak dapat diterima ada yang berusaha membalikkan hasil pemilu dan keinginan rakyat,” kata Guterres dikutip Channel News Asia.

Dia juga menyesalkan Dewan Keamanan (DK) PBB tidak bisa menyetujui pernyataan bersama tentang kudeta Myanmar, setelah pertemuan darurat yang diprakarsai Inggris. Itu semua gara-gara hak veto China. Isi draf resolusi yang diusulkan awal pekan lalu, DK akan menyatakan keprihatinannya yang mendalam, mengutuk kudeta tersebut.

Mereka juga menuntut militer segera membebaskan tahanan. Selain itu, DK PBB juga akan menuntut agar keadaan darurat satu tahun dicabut. Tapi, hingga Rabu malam (3/2) waktu New York, Amerika Serikat (AS), negosiasi masih terus berlanjut antara 15 anggota Dewan.

Terutama China dan Rusia, yang pada Selasa (2/2/2021) memveto pernyataan bersama itu.

“Saya berharap demokrasi bisa maju lagi di Myanmar. Tapi untuk itu semua narapidana harus dibebaskan, tatanan konstitusi harus ditegakkan kembali,” harap Guterres.

Tuduhannya Bikin Geli

Hingga kini, keberadaan Pemimpin Myanmar yang berasal dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy) Aung San Suu Kyi, masih belum diketahui. Namun sejumlah pihak meyakini, Suu Kyi berada dalam tahanan militer Myanmar.

Saat ini, Suu Kyi tengah menghadapi kemungkinan dakwaan pelanggaran impor dugaan kepemilikan enam walkie- talkie yang tidak sah. Polisi mengatakan, enam radio walkie-talkie ditemukan dalam penggeledahan di rumah Suu Kyi di Naypyidaw.

Hingga kini, NLD belum memberikan pernyataan atas tuduhan itu. Terkait tuduhan itu, Ketua Parlemen Perhimpunan Bangsa- Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk Hak Asasi Manusia Charles Santiago, menilainya sebagai hal yang menggelikan.

“Ini langkah aneh junta militer untuk mencoba melegitimasi perebutan kekuasaan illegal mereka,” kata Santiago, dalam sebuah pernyataan.

Suu Kyi dan sejumlah tokoh lain ditangkap saat aksi kudeta militer Myanmar Senin dini hari (1/2) waktu setempat. Militer menilai, kudeta harus dilakukan karena adanya kecurangan dalam pemilu yang berlangsung pada November tahun lalu. Hasil pemilu itu menunjukkan, NLD menang telak hingga meraih 80 persen suara.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: