Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Moeldoko dan Tudingan Kudeta AHY, Ini Faktanya

Moeldoko dan Tudingan Kudeta AHY, Ini Faktanya Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam merencanakan kudetanya terhadap AHY, Moeldoko, kata Andi Mallaranggeng, telah menyiapkan strategi khusus yang terstruktur.

Ia akan mengadakan pertemuan dengan beberapa kader dari DPC dan DPD dalam beberapa gelombang. Namun upaya itu terbongkar setelah gelombang pertama dari Kalsel melaporkannya kepada DPP.

Uang sebesar 100 juta kepada Pengurus DPC telah disiapkan Moeldoko dengan pembayaran down payment (dp) sebesar Rp 25 juta, sementara sisanya Rp 75 juta akan diberikan usai KLB yang rencananya akan diikuti 360 pemilik suara.

Baca Juga: Soal Kudeta AHY, Begini Pengakuan Ketua DPD Demokrat Sulsel

Baca Juga: Ada Berbagai Jenis Vaksin COVID-19, Mana yang Lebih Efektif?

Dua hari setelah pernyataan AHY, Moeldoko menggelar konpres di kediamannya di Menteng. Ia pun membantah bila disebut bakal melakukan makar atau kudeta. Pasalnya selain karena bukan orang dalam Partai Demokrat, pertemuannya dengan sejumlah kader Demokrat lebih pada ngopi bareng.

Terlebih dalam strukturnya dan organisasi, Partai Demokrat memiliki AD/ART. Artinya ia pun tak bisa memaksakan atau menekan kehendak DPC maupun DPD Partai Demokrat.

“Saya ini siapa sih? Saya ini apa? Biasa-biasa aja. Di Demokrat ada Pak SBY, ada putranya Mas AHY. Apalagi kemarin dipilih secara aklamasi. Kenapa mesti takut ya? Kenapa mesti menanggapi seperti itu? Biasa-biasa saja gitu,” ungkap Moeldoko.

Meski demikian, ia mengakui bila pertemuan dilakukan secara intensif, obrolan seputar pertanian yang menjadi hobinya menjadi bahan pembicaraan saat bertemu kader Demokrat. Terlebih dalam pertemuan itu, dirinya yang selalu diundang, bukan dirinya yang mengundang.

Selain itu, ia menegaskan kejadian ini bukanlah hanya terhadap dirinya. Sebelumnya, Menkomanifest, Luhut Binsar Panjaitan disebutkan Moeldoko pernah melakukan hal serupa, yakni berkumpul dengan kader demokrat. Namun apa yang dilakukan Luhut tak gaduh seperti saat ini.

Meski membantah, namun Moeldoko bercanda merasa bersyukur bila ada yang mengusungnya menjadi capres. "Kalau yang mengorbitkan di sana ya alhamdulillah, kan gitu, he-he-he," kata dia.

Konflik Perpecahan

Upaya menggulingkan AHY sendiri bukanlah tanpa sebab. Partai Demokrat kini mengalami kemunduran setelah SBY tak lagi menjabat sebagai presiden. Sempat menjadi partai penguasa pemilu tahun 2009 lalu dengan 150 kursi di DPR RI. Demokrat terus alami kemunduran, turun 65 kursi di tahun 2014 dan kini hanya menguasai 54 kursi di tahun 2019.

Banyaknya kader kader yang terjerat korupsi membuat Partai Demokrat terus alami penyusutan suara, publik kemudian tak percaya dengan demokrat seiring munculnya partai partai baru.

Sempat digadang gadang bakal ramai dan meriah saat Kongres ke V Maret 2020 lalu, nyatanya kongres hanya digelar sehari. Pandemik Covid-19 dijadikan alasan partai ini menggelar kongres singkat. Selain itu AHY terpilih secara aklamasi saat pemilihan Ketua Umum. Nama nama seperti Edhie Baskoro Yudhono (Ibas) dan Gatot Nurmatyo yang digadang bakal meramaikan jabatan ketum nyatanya tak maju.

Selain itu, belum genap dua bulan mengumkan kepengurusannya, Partai Demokrat mulai digoyang. Anggota senior mereka, Subur Sembiring berulah. Subur mulai tak percaya dengan kepengurusan AHY. Beratasnamakan Forum Komunikasi dan Deklarator Partai Demokrat. Ia kemudian bermanuver mendatangi Menko Marvest Luhut Binsar Panjaitan dan Menkumham Yasonna Laoly meminta menolak kepengurusan AHY.

Puncaknya setelah mendapatkan desakan dari sejumlah Kader, AHY kemudian mencabut keanggotan Subur. Ia kemudian diberhentikan dengan tidak hormat dan dilaporkan ke Polres Tangerang Selatan.

Tak seperti Subur, Ferdinand Hutahaen kemudian memilih mengundurkan diri pada Oktober 2020 lalu. Ferdinand berujar dirinya dan partai Demokrat sudah tak lagi sepaham. Meski demikian sembari melanjutkan usahanya, ia tetap berpolitik.

"Setelah mundur, saya tetap berpolitik meski belum masuk partai mana pun, karena berpolitik itu kan tak harus di partai politik. Dan sambil urus usaha yang selama ini saya kerjakan," ujarnya.

Konflik Partai Demokrat sendiri bukanlah yang pertama, sebelumnya Almarhum Ventje Rumangkang dan pendiri lainnya pernah menggugat Partai Demokrat.Selain itu ada dua orang lagi yang menggugat, tapi sudah meninggal dunia, yakni Sys Ns dan Sultan Bhatoegana. Pendiri utama Prof Subur Budi Santoso yang juga Ketua Umum pertama Partai Demokrat juga pernah menggugat.

Kepada MPI, Pendiri Partai Demokrat, Etty Manduapessy menilai saat ini Partai Demokrat tidak sesuai dengan tujuan awal pendiriannya.Ia bahkan mengaku sudah kehilangan respect dengan SBY karena nepotisme. Padahal saat pendirian Partai dirinya sampai menjual hartanya untuk kelangsungan hidup partai.

Namun belakangan, SBY mengatur Partai Demokrat seperti Perusahaan Keluarga, dinasti politik seperti dibuatnya. Sejumlah kerabat dan keluarganya menduduki DPR, DPRD, hingga Kepala Daerah.

“Ini di Demokrat ini banyak orang penjilat, banyak Yudas di situ, banyak cari jabatan yang pada dapat kursi, banyak di situ. Tapi prinsipnya kita sebagai pendiri lain, pendiri itu punya kewajiban moral untuk bilang siapa bisa siapa tidak bisa. Kita berpikir untuk kepentingan nasional, rakyat, kita tidak berpikir untuk kepentingan duduk di partai, atau di DPR atau jadi pejabat A, B, C dan sebagainya. Kita tidak berpikir begitu,” ungkapnya.

Alasan dan kesepakatan saat mendirikan partai kemudian diabaikan oleh SBY yang dinilainya kini tak lagi berjuang untuk negara melainkan keluarganya. Maka itu, dia menilai SBY sebagai raja tega.

Selain itu, janji SBY kepada para pendiri Partai Demokrat tidak pernah terealisasi hingga masa bakti berakhir sebagai presiden RI, hal ini membuat sejumlah pendiri menjadi frustasi. Sementara terhadap kepemimpinan AHY, ia mengaku tidak mengenalnya. “Terus terang saya ini tidak kenal AHY itu, saya ini cuma kenal SBY karena kita dari awal,” tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: