Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cuma PKS & Demokrat yang Bisa Melawan, DPR & Pemerintah Lagi Mesra-mesranya

Cuma PKS & Demokrat yang Bisa Melawan, DPR & Pemerintah Lagi Mesra-mesranya Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi -

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu di DPR sepertinya akan tutup buku. Mayoritas fraksi di DPR setuju dengan sikap Pemerintah, untuk tidak mengutak-atik UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan menormalisasi Pilkada di 2022 dan 2023. DPR dan pemerintah lagi mesra-mesranya. Hanya PKS dan Demokrat, yang menjadi minoritas, yang masih berusaha melawan.

Isu RUU Pemilu, termasuk soal normalisasi Pilkada, hanya bertahan sekitar 2 pekan. Awalnya, isu ini cukup panas. PKS dan Demokrat punya dua teman untuk menggolkan RUU itu. Yaitu Partai Golkar dan NasDem. Totalnya, ada 4 fraksi. Yang menolak RUU ini juga ada 4 fraksi, yaitu PDIP, PKB, PPP, dan PAN. Sedangkan Gerindra, saat itu masih abstain.

Belum berjalan sepekan, Golkar berubah sikap menolak RUU itu. kemudian, disusul Gerindra yang menyatakan sikap ikut dengan koalisi pemerintah. Yang teranyar, NasDem juga balik badan, setuju dengan pemerintah. Kini, jumlah yang menolak 7 fraksi, sedangkan yang mendorong RUU itu tinggal 2 fraksi.

Baca Juga: Survei Elektabilitas: Prabowo Dibuntuti Anies, AHY Lampaui Moeldoko

Meski kondisinya begitu, PKS terlihat masih pede. Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengklaim, semua fraksi di Komisi II DPR sudah setuju dengan RUU Pemilu. Saat ini, draf RUU itu sudah masuk di Badan Legislasi (Baleg) untuk diharmonisasi dan disinkronisasi. 

“Semua fraksi melihat urgensi dari revisi tersebut. Sejumlah isu seksi bakal dibahas. Antara lain ambang batas parlemen, ambang batas presiden, alokasi kursi, keserentakan Pemilu hingga perbaikan rekapitulasi yang lebih baik. Tak kalah penting, desain Pemilu yang mencegah keterbelahan seperti pengalaman Pemilu 2019," ucap anggota Komisi I DPR itu, kemarin. 

Dia pun terus berusaha agar Pilkada dapat digelar pada 2022 dan 2023. Alasannya, agar ada kepala daerah definitif, sehingga upaya melawan Covid-19 bisa lebih baik. Sedangkan, jika Pilkada digelar pada 2024, sebagian besar daerah akan dipimpin oleh Penjabat (Pj). 

Dia menambahkan, jika Pilkada dilaksanakan di 2024, beban ekonomi, sosial, dan politik menjadi sangat berat. "Waktu Pilpres dan Pileg jadi satu saja sudah sangat berat bagi penyelenggara hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Apalagi ini akan ditambah dengan pilkada serentak," paparnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: