Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Orang Asia di AS Terus Alami Kekerasan, Aksi Unjuk Rasa Tak Terelakkan

Orang Asia di AS Terus Alami Kekerasan, Aksi Unjuk Rasa Tak Terelakkan Kredit Foto: Reuters/Lindsey Wasson
Warta Ekonomi, San Francisco -

Ratusan warga Amerika Serikat (AS) dan kelompok-kelompok aktivis turun ke jalan-jalan memprotes lonjakan serangan terhadap warga AS keturunan Asia, sebagian besar di antara mereka adalah warga lanjut usia (lansia).

Di San Francisco, Vicha Ratanapakdee, perempuan asal Thailand berusia 84 tahun, meninggal dunia pada 31 Januari lalu setelah seorang penyerang berlari ke arahnya dan memukulnya sehingga jatuh ke trotoar.

Baca Juga: Bocor Rekaman Rahasia Pejabat China, Gila! Dokter Ini Berani Mengkritik: Skenario Sama Wabah SARS

Keesokan harinya, di kawasan Chinatown di Oakland, seorang laki-laki berusia 91 tahun didorong hingga jatuh oleh seorang penyerang yang kini menghadapi tiga tuduhan serangan berbeda.

Eddy Zheng, pendiri New Breath Foundation, mengatakan hal terburuk yang dilakukan satu pihak terhadap pihak lain adalah mengadu domba satu sama lain.

“Kita juga perlu meminta pertanggungjawaban sistem dan pemerintah terhadap kegagalan mereka menangani supremasi kulit putih dan rasisme sistemik yang terus melanggengkan anti-warga kulit hitam dan anti-Asia, dan menggunakan kami sebagai kendaraan. Tetapi benar-benar berupaya menciptakan peluang terjadinya keterlibatan dan pemulihan lintas budaya,” ujarnya.

Direktur East Bay Alliance for Sustainable Economy (EBASE) Saabir Lockett mengatakan “saat ini saudara-saudari dan tetangga kami yang berasal dari Asia mengalami kepedihan. Akar penyebab kejahatan dan aksi kekerasan ini sebenarnya karena kurangnya sumber daya.”

Demonstran di Chinatown mengatakan kebencian dan aksi kekerasan terhadap warga Asia telah terjadi selama beberapa bulan ini dan harus ditangani.

“Saya lelah melihat semua hal yang terjadi di media sosial, serangan terhadap warga lansia, melihat mereka luka-luka, melihat mereka dirampok. Sungguh menjijikkan melihat semua insiden ini. Saya jadi bertanya –mengapa tidak ada yang dilakukan untuk mengatasinya," ujar aktivis komunitas Amerika keturunan Asia JoJo Au.  

Dilahirkan dan dibesarkan di Chinatown, Oakland, Au menggelar aksi pengumpulan dana untuk menyewa petugas keamanan pribadi yang bersenjata guna berpatroli di Chinatown dan komunitas lain di sekitarnya.

Yang mengejutkan, ia berhasil mencapai target untuk mengumpulkan 25 ribu dolar hanya dalam satu hari saja, dan kemudian menaikkan targetnya menjadi 50 riu dolar; karena menurutnya memastikan keamanan komunitas itu merupakan misi penting.

“Jujur saja saya awalnya tidak menyadari langkah pengumpulan dana ini akan meluas dengan sangat cepat. Banyak orang yang begitu prihatin dengan hal ini dan ingin melakukan sesuatu, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Saya senang bisa memulai hal ini karena berkat dukungan itu, kini para pedagang pun merasa lebih aman, sebagian pembeli atau konsumen mereka juga merasa lebih aman,” tambah JoJo Au.

Pada tahun 2020, Stop AAPI Hate melaporkan pusat itu menerima lebih dari 2.800 laporan insiden bernuansa kebencian terhadap warga Amerika keturunan Asia, di mana 80% kasus itu mencakup serangan fisik.

Data Stop AAPHI Hate menunjukkan perempuan dilecehkan atau diserang dua setengah kali lebih sering dibanding laki-laki.

Stop AAPHI Hate didirikan pada Maret 2020 untuk merespon meningkatnya kebencian terhadap warga asing –atau xenophobia– akibat pandemi virus corona di Amerika. Badan itu melacak dan menanggapi insiden-insiden kekerasan dan kebencian terhadap warga Amerika keturunan Asia.

Akibat insiden bernuansa rasis tahun lalu dan aksi kekerasan terhadap komunitas itu tahun ini, komunitas Amerika keturunan Asia kini sangat prihatin dan ketakutan.

Mereka tidak tahu apakah kejahatan-kejahatan di jalan yang terjadi saat ini bermotif ras. Namun  dampaknya sama, yaitu sama-sama menimbulkan trauma.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: