Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Stop Framming Aceh Daerah Miskin, BPS Perlu Lebih Arief dan Bijaksana Keluarkan Angka

Stop Framming Aceh Daerah Miskin, BPS Perlu Lebih Arief dan Bijaksana Keluarkan Angka Kredit Foto: Kajak Institute
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh perlu lebih arif menampilkan angka-angka kemiskinan di Aceh. Setiap kali Berita Resmi Statistik di rilis, terkesan dimanfaatkan pihak lain untuk mendiskriditkan Pemerintah Aceh dan kemudian berlanjut dengan kontroversi di ruang public

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kajak Institute, Cut Sri Mainita ketika menanggapi isu Aceh yang disebut-sebut sebagai daerah paling miskin se-Sumatera dalam pekan ini, di Banda Aceh, Kamis, (18/02/2021).

Baca Juga: 'Berulah' Lagi, Denny Siregar Diceramahi: Pesawat Pertama RI Sumbangan Masyarakat Aceh 

“Setiap BPS Aceh merilis data ekonomi makro dan tingkat kemiskinan hampir selalu terjadi kontroversi di lini massa, bahkan tampak dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu yang tidak suka terhadap Aceh dan Pemerintahannya” ujar Cut Sri Mainita. 

Direktur salah satu lembaga intermediary di Aceh ini, mengaku tidak memiliki otoritas untuk mengkritisi data kemiskinan yang dihasilkan BPS Aceh. BPS diberi otoritas oleh negara untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data-data statistik. Namun, data-data kemiskinan di Aceh seyogyanya dapat disajikan dengan arif dan bijaksana. 

Dia menilai sangat tidak arief ketika BPS Aceh hanya menyajikan data kemiskinan di Aceh tanpa menampilkan data-data kemiskinan menurut kabupaten/kota. Kita tahu angka kemiskinan Aceh yang disajikan BPS dan dirilis oleh hampir semua media massa itu merupakan resultan dari kemiskinan di 23 kabupaten/kota di Aceh. 

Akibat tidak disajikan data menurut kabupaten/kota, data kemiskinan versi BPS Aceh itu pun acap diangkat sebagai isu politik dan mendiskreditkan Pemerintahan Aceh di tingkat provinsi dengan isu yang sama setiap tahun, dana besar tapi rakyat tetap miskin. 

Padahal, lanjutnya, dana pembangunan Aceh dari pendapatan asli daerah atau dana transfer dari Pemerintah Pusat yang dinilai sangat besar setiap tahun itu tidak hanya dikelola Pemerintahan provinsi, melainkan juga dikelola pemerintahan kabupaten/kota dan bankan di tingkat gampong ada dana desa setiap tahunnya. 

Uniknya lagi, sambut Cut Sri Mainita, ketika Pemerintahan Aceh dijadikan samsak politik hampir setiap tahun, bupati/walikota tampak tak terusik. Padahal bupati/walikota juga memiliki kewenangan penuh mengelola anggaran untuk mengurusi rumah tangganya sendiri, menekan angka kemiskinan. Sedangkan kewenangan provinsi mengintervensi program pemberantasan kemiskinan lintas kabupaten/kota, ujarnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: