Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Samakan! Ini Bedanya Kasus BPJamsostek dengan Kasus Jiwasraya dan Asabri

Jangan Samakan! Ini Bedanya Kasus BPJamsostek dengan Kasus Jiwasraya dan Asabri Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar Ekonomi Keuangan Roy Sembel pun mengungkapkan, dugaan tindak pidana atas penurunan nilai investasi (unrealized loss) BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek tidak bisa disamakan dengan kasus yang mendera Jiwasraya dan Asabri.

Apalagi bila dilihat dari portofolio BPJS-TK sendiri, berisi saham-saham LQ45, dimana unrealized loss-nya mengikuti kondisi naik dan turunnya pasar atau masih inline. Sementara kalau Jiwasraya unrealized loss karena berisi saham-saham gorengan yang naik turunnya sangat volatile.

"Selain itu, prosentase aset allocationnya BPJS Ketenagakerjaan dibandingkan dengan Jiwasraya jauh berbeda. Portofolio yang terdiri dari saham di BPJS Ketenagakerjaan jauh lebih kecil dibandingan porsinya portfolio saham Jiwasraya," jelas Roy saat webinar bertajuk ‘Pengelolaan Investasi dan Potensi Unrealized Loss pada Lembaga Milik Negara, Apakah Pasti Menjadi Kerugian Negara?,’ di Jakarta, Selasa (23/2/2021).

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Hukum Pasar Modal, Indra Safitri mengatakan, kerugian investasi adalah salah satu risiko pasar yang akan dihadapi oleh investor. Namun jika kita berbicara unrealized loss, adalah kerugian secara buku bukan faktual.

Baca Juga: BPJamsostek Diduga Korupsi, ini Tanggapan Apindo

"Sehingga harus dibuktikan dulu secara hukum apakah ada perbuatan melawan hukum yang menjadi sebab kerugian investasi dengan mengunakan pranata hukum pasar modal," jelasnya.

Jika potensi kerugian, atau kerugian yang belum dibukukan, masuk ranah merugikan negara, maka pasal ini akan menakutkan bagi semua pihak yang mengurus investasi. Padahal, jika rugi akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi biasa dalam bisnis. Saham naik, dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal.

Menurut data, Agustus-September 2020 BPJamsostek mengalami unrealized loss hingga mencapai Rp43 triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp22,31 triliun, dan pada posisi Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp14,42 triliun.

Artinya, dapat dipastikan potensi kerugian bisa naik dan bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi portofolio BPJamsostek.

Di lain sisi, kontribusi pendapatan termasuk dari saham dan reksa dana yang menjadi pilihan investasi BPJamsostek menghasilkan angka yang relatif besar. Berdasarkan data yang dihimpun, hasil investasi bruto selama lima tahun terakhir 2016-2020 sebesar Rp137,2 triliun dan Rp33 triliun (reksa dana dan saham).

Tentu unrealized loss BPJS-TK itu tidak ada artinya jika melihat hasil investasi bruto BPJS-TK dari saham dan reksa dana itu. Bahwa ada unrealized loss, itu benar, tergantung pasar saham ke mana geraknya, naik atau turun.

"Lazimnya pasar saham, ada kalanya naik, ada kalanya turun. Jika kondisi baik, ekonomi baik, kemungkinan harga saham juga bergairah. Sebaliknya, kalau ekonomi sedang terpuruk, seperti di awal-awal pandemi COVID-19, Maret 2020 lalu, harga saham berguguran. Namun, ketika mulai membaik dan banjir likuiditas maka harga saham kembali terbang," tambah Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute.

Hal tersebut lanjut Eko, bisa dilihat dari realisasi unrealized loss yang selalu berubah-ubah, seiring naik dan turunnya harga saham. Penambahan unrealized loss hanya sebesar, Rp5,8 triliun. Sedangkan hasil investasi bruto selama lima tahun terakhir 2016-2020 sebesar Rp137,2 triliun dan Rp33 triliun dari reksa dana dan saham.

Oleh sebab itu ujarnya, perlu ada investor sebesar BPJSTK. Dalam periode 2016-2020 dana investasi meningkat Rp280,3 triliun atau 136%. "Anggap ada sekitar Rp120 triliun masuk ke pasar. Seandainya tidak ada BPJSTK dan asuransi-auransi lain, akan sangat mempengaruhi," terangnya.

Melihat hal tersebut, sangat disayangkan jika penyidikan oleh Kejaksaan Agung RI, hanya karena atas laporan masyarakat ini bisa kontra produktif bagi pengembangan pasar modal.

Sebagaimana diketahui, turunnya unrealized loss menjadi pintu masuk bagi Kejaksaan Agung untuk memeriksa dan menggeledah BPJamsostek karena diduga adanya penyimpangan dalam dana kelolaannya. Sejumlah dokumen dan saksi pun diperiksa oleh Kejaksaan Agung, namun hingga kini, pihaknya masih belum menetapkan satupun tersangka karena kesulitan menemukan perbuatan yang melawan hukum.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: