Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Duh! Banjir Seller China di E-commerce Indonesia, Ternyata Alasannya Begini...

Duh! Banjir Seller China di E-commerce Indonesia, Ternyata Alasannya Begini... Kredit Foto: Sumber lain
Warta Ekonomi, Jakarta -

Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop UKM), baru 13% dari UMKM di seluruh Indonesia yang baru memanfaatkan e-commerce . Maka dari itu, pemerintah dan platform marketplace harus mendukung UMKM untuk bangkit menuju digitalisasi.

Terlebih, baru-baru ini di sosial media diramaikan membludaknya produk murah asal China yang membanjiri e-commerce. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gati Wibawaningsih mengatakan, bahwa pihaknya menyayangkan kondisi tersebut.

Baca Juga: Seller China Jual Batik Harga Murah di E-commerce, Pasar UMKM Indonesia Bisa Tergerus

"Agak disayangkan ya, tapi Indonesia ini kan memang penduduknya besar, dan pasarnya akan menjadi pasar yang benar-benar empuk lah buat pertumbuhan ekonomi digital . Belum lagi dari data Google, Temasek dan Bain 2020, potensi ekonomi digital Indonesia di tahun 2020 sebesar USD44 miliar," ujar Gati dalam IDX Channel Market Review Live di Jakarta.

"Maka dari itu Indonesia jadi surganya e-commerce bagi pelaku cross border e-commerce dan negara lain. Yang namanya cross border e-commerce sudah tidak bisa diabaikan lagi, semakin berkembang ekonomi digital, mengindikasikan itu jadi tantangan bagi industri," tegasnya.

Maka dari itu, Gati mengatakan bahwa pihaknya memastikan produk-produk UMKM lokal harus bagus dari segi produksi, kuantitas, dan kemasannya. Kontinuitas dari kuantitasnya harus terus terjaga.

"Pembinaan industrinya benar-benar tugas kami. Sebenarnya soal produk-produk Tiongkok itu tidak bisa ditahan masuknya karena demandnya, tapi pemerintah melalui PMK nomor 199 tahun 2019 menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari USD75 menjadi USD 3," tambahnya.

Gati mengatakan, barang dengan harga diatas USD3 dikenakan pajak 17,5%. Dengan adanya tarif pajak ini, menurut dia, barang seharusnya sudah tidak mudah masuk.

"China kalau ekspor, sudah punya subsidi ekspor, mereka engga jualan saja sudah untung. Kita belum punya, masalah kita bahan baku untuk produksi masih impor, mereka tidak impor. Teknologi mereka punya, kita belum berkembang, itu yang jadi masalah. Maka pemerintah harus ambil bagian disini," tukas Gati.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: