Ia menjelaskan, bila ada masalah internal partai seperti itu, pemerintah memang dihadapkan pada keputusan sulit untuk bersikap. "Apakah ini akan dilarang atau tidak. Secara opini kita mendengar wah ini tidak sah, ini sah secara opini, tapi secara hukum kan tidak bisa. Kita lalu menyatakan ini sah tidak sah sebelum ada data dokumen di atas meja," katanya.
Menurut Mahfud, hal itu juga yang terjadi pada saat Matori Abdul Jalil mengambil PKB dari Gus Dur pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Ketika itu, lanjut dia, Presiden Megawati Soekarnoputri tidak bisa berbuat apa-apa
“Bukan tidak mau. Tetapi, tidak bisa melarang karena ada Undang-Undang yang tidak boleh melarang orang-orang berkumpul. Kecuali, jelas-jelas menyatakan melakukan seperti yang dilarang oleh hukum. Mereka berkumpul sebagai satu kelompok masyarakat sehingga pada waktu itu Bu Mega juga membiarkan Pak Matori memegang PKB, tetapi di pengadilan kalah," ujar Mahfud.
Pada jaman pemerintahan Presiden SBY, lanjut Mahfud, juga tidak melarang adanya dualisme kepengurusan PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). "Pak SBY juga tidak melakukan apa-apa, dibiarkan serahkan ke pengadilan gitu. Akhirnya pengadilan yang memutus, jadi sama kita dan yang akan datang pemerintah pun enggak boleh ada orang internal lalu ribut mau dilarang. Seharusnya partai sendiri yang solid di dalam jangan sampai pecah," ujar Mahfud.
Sebelumnya, KLB Partai Demokrat di Deli Serdang memutuskan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) demisioner. Sebagai pengganti, mereka menunjuk Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2026.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: