Nekat Kudeta, Demokrat Kubu AHY Berani Sebut Moeldoko 'Hulubalang Istana Hendak Jadi Raja'
Politikus Partai Demokrat (PD) kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Wilem Wandik, menyatakan, Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan PD (GPK-PD) atau kudeta yang diinisiasi pejabat Istana KSP Moeldoko yang awalnya dibantah ternyata terbukti benar.
Kudeta tersebut terbukti setelah para mantan kader PD seperti Marzuki Alie, Jhoni Allen Marbun, Darmizal, Hencky Luntungan, sampai mantan Bendahara Umum PD M Nazaruddin sukses menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Sumatera Utara yang menjadikan Moeldoko sebagai Ketua Umum versi para kader yang sudah dipecat tersebut.
Baca Juga: Coba Didengar Pak Jokowi... Elemen Masyarakat: Pecat Moeldoko!
"Sebagai respons atas bocoran gerakan kudeta yang diinformasikan pengurus partai di daerah tersebut, Ketum AHY secara sigap mengambil langkah-langkah pencegahan sejak 1 Februari 2020," tutur Wilem, Sabtu (13/3/2021).
Wilem menganggap, upaya kudeta itu kepalang basah dan terekspos ke publik melalui konferensi pers Ketum AHY secara resmi di hadapan media dan publik nasional, serta langkah-langkah Ketum AHY yang menyurati Presiden Jokowi, sebagai bentuk penghormatan AHY kepada Presiden, yang meminta klarifikasi atas upaya anak buah Presiden tentang 'Abdi Dalem Istana' dilaporkan terlibat dalam upaya kudeta di Partai Demokrat.
Wakil Ketua Umum DPP PD itu mengatakan, upaya lugas dari Ketum AHY itu sontak mengejutkan pihak Moeldoko cs. Dengan gestur yang agak malu-malu (malu tapi mau), ia justru menanggapi konferensi pers resmi Ketum AHY (selaku ketua umum yang sah di DPP PD) dengan menyampaikan statement klarifikasi ke media yang menolak keterlibatan dirinya dalam upaya kudeta.
"Pada akhirnya, semua ucapan itu hanyalah kebohongan yang memalukan," kata anggota DPR Fraksi PD itu.
Lebih lanjut Wilem mengatakan, dorongan syahwat dan ambisi yang begitu besar untuk menjadi orang nomor satu di partai yang disebutnya menganeksasi jabatan Ketum Demokrat secara paksa, tanpa perlu bersusah payah membentuk partai baru, dan juga kesempatan kudeta, agaknya tidak mungkin bisa dilewatkan.
"Apalagi punya aji mumpung masih mendapatkan backing dari nama besar dan pengaruh sebagai orang dekat di lingkaran Istana (Abdi Dalem Istana). Karenanya, KSP Moeldoko confirm untuk tetap melanjutkan rencana kudeta. Ia seperti meyakini bahwa pihak istana dan kolega politik di pemerintah, termasuk otoritas yang memegang kendali pengesahan parpol sebagai badan hukum di Kemenkum & HAM, dapat mereka kendalikan," beber dia.
Kata Wilem, sepertinya sebagai pejabat teras di lingkaran Istana Kepresidenan, KSP Moeldoko merasa kekuatan embel embel "Abdi Dalem Istana" dapat digunakan untuk menekan dan "menakut-nakuti" para kader Demokrat (di struktural DPD, DPC, hingga PAC di seluruh Indonesia) untuk membelot menyingkirkan Ketum AHY.
"Mereka menilai AHY akan mudah untuk disingkirkan karena pengaruh kekuasaan hari ini sangat kuat mengendalikan simpul-simpul kekuasaan politik di Jakarta (belajar dari preseden kisruh Golkar dan PPP di masa lalu)," ucapnya.
Selain itu, KSP Moeldoko cs dan kompatriotnya seperti Jhony Alen, Marzuki Ali, dan Nazaruddin, seolah menduga bahwa Ketum AHY yang masih berusia muda, tidak akan sanggup menghadapi rencana kudeta yang mereka siapkan. Menurutnya, pengaruh Istana 'secara defacto' tentu dapat melemahkan 'daya juang dan loyalitas' para Ketua Ketua DPD dan DPC di seluruh Indonesia sehingga dapat menghancurkan daya juang Ketum AHY.
Namun mereka keliru. Faktanya, kata Wilem, loyalitas Ketua-Ketua DPD dan DPC di seluruh Indonesia tidak bisa dibeli oleh tawaran 'pragmatisme', baik melalui bujuk rayu maupun janji-janji sejumlah uang yang cukup besar, serta jaminan nama penting di lingkaran istana yang dikomandoi oleh KSP Moeldoko.
Pada faktanya juga, Wilem menegaskan, Ketum AHY masih berdiri kokoh dan tidak tegoyahkan. "Justru kudeta Abdi Dalem Istana yang keblinger itu, secara perlahan berubah menjadi dagelan dan bagai cerita fiksi di negeri dongeng. Seperti kisah 'hulubalang istana' mendeklarasikan dirinya menjadi raja palsu yang ditolak oleh rakyat karena tidak mengenal asal-usulnya," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: