Kesepakatan kerjasama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Pertamina (Persero) dalam memasok kebutuhan listrik di Blok Rokan dinilai tepat dan strategis. Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus penyuplai terbesar kebutuhan listrik di Tanah Air, PLN diyakini sangat mampu untuk mengamankan suplai listrik secara permanen untuk Blok Rokan. “Tak ada yang perlu diragukan dengan kemampuan PLN dalam memasok listrik untuk Blok Rokan. Mereka paling andal dan memang ahlinya. Bahkan untuk kebutuhan jangka panjang, yaitu masa layanan permanen sesuai perjanjian, (kerjasama dengan PLN) memang sudah tepat dan strategis,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, di Jakarta, Kamis (25/3).
Menurut Fabby, kebutuhan Blok Rokan terhadap 400 megawatt (MW) dan uap sebesar 335.000 barel standar per hari (MBSPD) sangat mudah untuk dipenuhi PLN. Sebagai komparasi, PLN saat ini telah mampu menyediakan listrik untuk 77 juta pelanggan berbagai konsumen dengan kapasitas pembangkit listrik PLN di seluruh Indonesia mencapai 70 GW. “Jadi kemampuannya (PLN) tak perlu diragukan lagi. Dia adalah perusahaan listrik terbesar dan paling lama di Indonesia. Kapasitas mereka sudah sangat teruji dan terbukti,” tutur Fabby.
Bahkan juga terkait kebutuhan penyediaan pembangkit listrik tenaga uap, dalam pandangan Fabby, bukan masalah bagi PLN karena saat ini BUMN tersebut sebagaimana diketahui telah memiliki banyak PLTU. “Mereka (PLN) juga sudah terbiasa dan sangat berpengalaman soal tenaga uap. Bukan hal sulit bagi mereka untuk memasuk listrik di Rokan. Jadi tidak ada masalah,” ungkap Fabby.
Perjanjian kerjasama antara PLN dan Pertamina untuk memasok listrik ke Blok Rokan sendiri pada dasarnya telah ditandatangani sejak awal Februari 2021. Perjanjian jual beli tenaga listrik dan uap (PJBTLU) tersebut dibagi menjadi dua tahap, yaitu masa transisi dengan memanfaatkan pembangkit listrik eksisting yang akan berlangsung hanya tiga bulan dimulai pada 9 Agustus 2021 mendatang dan tahap kedua berupa layanan permanen mulai tahun 2024 dengan mengandalkan pembangkit dan jaringan milik PLN.
Terkait dibaginya kerjasama tersebut dalam dua tahapan, Fabby pun menilainya sebagai hal yang wajar. “Ada pembagian tahapan itu juga wajar karena tahap pertama dilakukan untuk proses transisi. PLN tentu baru bisa menyediakan pembangkit ketika sudah ada kontrak kerjasama, dan itu juga perlu waktu mulai dari pengadaan hingga penginstalannya, sehingga sementara masih ada memanfaatkan pembangkit eksisting. Yang penting kan jangka panjangnya,” tegas Fabby.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma