Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonomi Bangkit, Tapi Banyak Supermarket Gulung Tikar: Kata dan Fakta Suka Berlawanan

Ekonomi Bangkit, Tapi Banyak Supermarket Gulung Tikar: Kata dan Fakta Suka Berlawanan Kredit Foto: DOK. Giant Indonesia

Pusat perbelanjaan Golden Truly yang berlokasi di Jalan Gunung Sahari nomor 59, Jakarta bahkan sudah lebih dulu tutup sejak 1 Desember tahun lalu. Demi mengurangi biaya operasional, manajemen mengubah model bisnisnya menjadi serba daring (online). Manajemen Centro Department Store juga dikabarkan menutup dua gerainya baru-baru ini. Pertama, gerai yang berada di Plaza Ambarukmo. Jaringan ritel ini tutup setelah melayani masyarakat Yogyakarta selama 15 tahun sejak Plaza Ambarrukmo berdiri. Kedua, Centro Department Bintaro Xchange, Tangerang Selatan, Banten, juga dikabarkan tutup.

Paling menggemparkan adalah penutupan gerai Ramayana yang diwarnai tangis karyawan di gerai Depok beberapa waktu lalu. Ramayana dilaporkan menutup sementara 13 gerai karena penurunan penjualan akibat pandemi Covid-19. Aksi ini dilakukan sejak akhir Maret 2020.

Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Solihin mengatakan, maraknya penutupan ritel karena memang rendahnya pengunjung mal. Masih banyak orang yang takut pergi ke mal. Meski sudah ada aturan pembatasan sebanyak 50 persen, namun nyatanya jumlah kunjungan sudah di bawah itu. Akibatnya, transaksi kian sedikit dan banyak yang tidak mampu membayar biaya sewa.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah mengatakan peritel besar memang kesusahan untuk bertahan di masa pandemi. Sehingga banyak yang menutup gerai karena mahalnya biaya operasional.

Budi menjelaskan, cash flow pelaku ritel tidak lagi seperti sebelum pandemi. Pemasukan tidak bisa didapat setiap hari, hanya hari-hari tertentu ada pembelian. Sehingga pendapatannya menurun 50 sampai 80 persen. Hal ini membuat strategi jangka pendek berantakan. Makanya dibutuhkan bantuan likuiditas dari pemerintah.

Budi berharap tahun ini kepercayaan konsumen juga meningkat dari adanya vaksinasi, sehingga peritel bisa melakukan investasi.

“Tapi Peritel belum berani ambil ancang-ancang untuk menambah stok barang,” ujarnya.

Masih lemahnya daya beli masyarakat ini berbeda dengan kabar yang disampaikan para pejabat. Sebulan terakhir, Presiden Jokowi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengabarkan soal ekonomi yang mulai bangkit. Sri Mulyani mengaku optimis pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2021 di kisaran negatif -1 persen sampai -0,1 persen.

Ekonom Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati megatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah dalam memulihkan ekonomi. Kata dia, salah satu kendala yang dihadapi adalah lemahnya konsumsi dan investasi.

Tahun ini banyak stimulus yang diguyur, kenapa belum cukup mendongkrak konsumsi? Menurut dia, membangun UMKM jadi kunci pemulihan ekonomi. Berbagai stimulus harus benar-benar dilakukan, misalnya kemudahan pembiayaan, digitalisasi serta pendampingan dan market.

“Ini PR yang harus dikerjakan sekarang. Karena orang belum benar-benar belanja,” kata Ninasapti.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menilai, pemerintah memang terlalu optimis dalam memberikan kabar pemulihan ekonomi. Menurut dia, Indonesia baru akan keluar dari resesi pada kuartal kedua tahun ini. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: