Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CERI: Presiden Mestinya Tolak Calon Komite BPH Migas

CERI: Presiden Mestinya Tolak Calon Komite BPH Migas Kredit Foto: Antara/Syaiful Arif
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengatakan, telah terjadi kesalahan prosedur dalam pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) BPH Migas dan proses seleksinya.

Yusri juga menilai proses yang dilaksanakan tidak fair dan tidak transparan serta ada UU yang dilanggar.

Baca Juga: BPH Migas Minta Pertamina Jaga Ketersediaan BBM

"Saat ini justru di antara yang lolos terdapat calon-calon yang tidak profesional, diragukan pengalamannya tentang Migas. Sementara persyaratan minimal memiliki pengalaman 10 tahun di bidang Migas kurang menjadi perhatian utama," kata Yusri dalam keterangan tertulis, Senin (5/4/2021).

Yusri mengatakan, cara-cara Menteri ESDM dalam seleksi Komite bisa beresiko fatal. "Pengelolaan hilir Migas menjadi korban," katanya.

Terkait ketentuan yang lalu, lanjut Yusri, Pansel Komite BPH Migas bentukan Sekretariat Kepresidenan itu lah yang benar.

"Saya sayangkan, Komisi VII DPR RI kali ini kurang jeli, atau jangan-jangan sebagian sudah masuk angin. Oleh karena itu, sebaiknya Presiden menganulir Pansel ini dan menyesuaikan dengan aturan. Ini menyangkut juga wibawa Presiden," kata Yusri.

Yusri membeberkan, BPH Migas adalah lembaga independen yang dibentuk sesuai perintah UU Migas Nomor 22 tahun 2001. BPH Migas bertanggungjawab kepada Presiden.

"Dengan demikian, semestinya yang membentuk Pansel adalah Sekretariat Kepresidenan, bukan Kementerian ESDM seperti yang dilakukan saat ini. Hal ini tercantum pada UU Migas, tepatnya pada Bab IX Pasal 47 Ayat (3), yang berbunyi, Ketua dan anggota Komite Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR RI," katanya.

Kemudian, lanjut Yusri, pada ayat (4) menyatakan bahwa Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam PasaI 8 ayat (4) bertanggung jawab kepada Presiden. Sedangkan pada ayat (5) menyatakan Pembentukan Badan Pengatur sebagaimana dimaksud daIam PasaI 8 ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

"Karena itu, pembentukan Pansel semestinya Sekretariat Kepresidenan, bukan Kementerian ESDM," kata Yusri.



Yusri menuturkan, persyaratan sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 11.K/KP.03/MEM.S/ 2021 tentang Pedoman Seleksi Calon Ketua dan Anggota Komite BPH Migas, pada poin (b) menyebutkan berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat pendaftaran.

"Persyaratan ini telah menghilangkan kesempatan dari senior profesional berpengalaman yang masih diperlukan tenaga maupun pemikirannya, juga generasi muda milenial yang kompeten di negeri ini untuk ikut serta dalam Seleksi tersebut," tutur Yusri.

Lebih lanjut Yusri mengatakan, penentuan syarat pembatasan usia melanggar UU Migas dan HAM.

"Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Migas pada Bab IX Pasal 47 Ayat 2 poin (2) menyatakan komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 8 (delapan) orang anggota, yang berasal dari tenaga profesional," tuturnya.

Yusri mengatakan, menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 Tahun 2002, Bab IV Pasal 19 menyatakan tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian BBM dan Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi melalui Pipa. Sementara pada Bab lV tentang Komite, pada Bagian Kesatu menyatakan Ketentuan Persyaratan, pada Pasal 19 berbunyi, untuk dapat diangkat menjadi Anggota Komite wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut; a. Warga Negara lndonesia; b. Mempunyai integritas dan dedikasi yang tinggi; c. Mempunyai pendidikan, pengalaman dan kemampuan profesionalisme yang dibutuhkan; d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan; e. Tidak terikat perjanjian atau memiliki kepentingan finansial dengan suatu Badan Usaha atau Badan Usaha tetap atau seluruh pelaku kegiatan usaha yang bergerak di bidang Minyak dan gas Bumi; f. Selama menjadi Anggota Komite, bersedia untuk tidak bekerja pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi serta usaha lainnya.

"Dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2001, pada Bab IX Pasal 47 Ayat 2, serta Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 Tahun 2002 Bab IV Pasal 19 di atas, tidak ada satu butir ayat pun syarat untuk menjadi Komite dengan pembatasan umur. Kecuali disebutkan profesional," katanya.

Selanjutnya, kata Yusri, pada Pasal 28 E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

"Selain itu Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), menyebutkan bahwa hal untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun," kata Yusri.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: