Gila! Masyarakat Rugi Rp114,9 Triliun Gegara Fintech dan Investasi Ilegal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, dalam satu dekade terakhir dari 2011 hingga 2020, total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp114,9 triliun. Besarnya kerugian masyarakat inilah yang menjadi latar belakang dibentuknya Satgas Waspada Investasi (SWI) di Indonesia.
“Saya hafal kerugian selama ini dari investasi yang ilegal. Oleh karena itu dibentuk satgas, karena kadang ada jenis-jenis investasi ilegal atau jenis orang yang mau menipu dengan berbagai cara,” ujar Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sardjito, saat diskusi virtual bertajuk ‘Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech & Investasi Ilegal’ di Jakarta, Selasa (13/4/2021).
Sardjito menegaskan, masyarakat harus tetap waspada terhadap investasi legal, sebab mereka bisa saja terus muncul meski telah ditutup SWI. Adapun dari 2016 hingga Maret 2021, SWI telah menghentikan 3107 kegiatan fintech ilegal, 1023 investasi ilegal, dan 160 gadai ilegal.
"Masyarakat bisa berperan aktif memeriksa legalitas perusahaan investasi dan fintech, sebelum melakukan transaksi," tukasnya.
Baca Juga: Songsong Digitalisasi, OJK Bakal Buat Roadmap BPR/BPRS
Masyarakat bisa menghubungi call center OJK 157, atau menghubungi WhatsApp OJK 081157157157 untuk menanyakan legalitas produk investasi.
Adapun ciri-ciri investasi ilegal ialah mereka menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat. Kemudian menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru atau “member get member”. Memanfaatkan tokoh masyarakat / tokoh agama / tokoh publik untuk menarik minat masyarakat. Menyatakan bebas risiko (risk free). Tak perlu usaha untuk mendapatkan imbalan (cukup klik dapat uang).
Legalitas izin dipertanyakan misalnya tidak memiliki izin atau memiliki izin kelembagaan tapi tidak punya izin usaha. Memiliki izin kelembagaan dan izin usaha namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin usaha yang dimiliki.
Sementara penyelenggara fintech ilegal biasanya tidak berizin/terdaftar di OJK. Kemudian aplikasinya tidak tersedia pada Google PlayStore atau Apple AppStore. Kemudian tautan untuk mengunduh aplikasi dikirim melalui SMS atau dicantumkan pada situs pelaku.
Kemudian menjanjikan persyaratan pinjaman yang sangat mudah, kontak dan lokasi penyelenggara fintech tidak jelas dan sering berganti nama dan aplikasi sering berganti nama tanpa pemberitahuan kepada peminjam.
Selanjutnya aplikasi tidak bisa dibuka pada saat jatuh tempo pengembalian pinjaman. Aplikasi membaca kontak dan galeri foto pada gawai peminjam. Tidakdiketahui identitas pengembang aplikasinya dan tidak jelas lokasi server aplikasinya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman