Pengamat Politik, Adhie M Massardi, mengomentari isu reshuffle kabinet yang beberapa hari belakangan ini meroket. Meskipun reshuffle merupakan hak prerogatif presiden, pendapat publik harus dipertimbangkan, terutama menyangkut dunia pendidikan.
Sebab, pandemi Covid-19 yang terjadi setahun terakhirnya tak hanya memorak-porandakan sektor kesehatan saja. Bahkan, sektor pendidikan di Indonesia juga terkena imbas dari pandemi virus ini.
Baca Juga: Berkah Reshuffle Hampiri PAN, Hatta Rajasa dan Soetrisno Bachir Calon Kuat
"Berbeda dengan sektor ekonomi yang sejak sebelum pandemi sudah bermasalah, dampak Covid-19 di dunia pendidikan terhadap anak (didik) bangsa baru akan terasa 5-10 tahun ke depan," kata pria yang pernah menjadi juru bicara Presiden Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Kamis (15/4/2021).
Adhie melanjutkan, Covid-19 di sektor kesehatan tidak terlalu sulit. Sebab, penanganan Covid-19 di sana sudah memiliki UU-nya, juga protokol kesehatan, ada juga formula bakunya yang diperkuat oleh badan kesehatan dunia (WHO). Demikian juga di sektor ekonomi. Tinggal bikin kebijkan fiskal dan moneter yang sesuai. Termasuk subsidi dan relaksasi pajak.
Namun, untuk dunia pendidikan, jalan keluarnya bukan sekadar mengubah metode belajar dari sistem tatap muka menjadi PJJ (pendidikan jarak jauh). Harus ada rancangan kurikulum khusus untuk itu dan merancang kurikulum penddikan bukan pekerjaan satu-dua hari.
Itu sebabnya salah satu inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini meminta Presiden Joko Widodo untuk berpikir ulang jika ada keinginan me-reshuffle Kemendikbud.
"Saya melihat Mendikbud Nadiem Makarim sudah merancang berbagai program pendidikan yang tampaknya inovatif dan harus segera dilaksanakan untuk mengejar ketertinggalan akibat selama pandemi yang sudah memasuki tahun kedua, cukup mengganggu kelancaran belajar-mengajar di sekolah, terutama di daerah," katanya.
Dalam konteks program yang dibuat Nadiem, Adhie sependapat dengan pandangan Rocky Gerung. Terutama konsep "Merdeka Belajar" dan "Kampus Merdeka".
Sebagaimana kita ketahui, Indonesia sedang memasuki era disrupsi pendidikan. Nadiem telah melakukan berbagai terobosan selain lewat Program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, beberapa program sudah berjalan dan mendapat respons positif adalah: Program Guru Penggerak, Program Organisasi Penggerak, Program Sekolah Penggerak, dan beberapa lagi lainnya.
Selama puluhan tahun, pendidikan Indonesia tidak pernah mengalami perbaikan. Indonesia sudah jauh tertinggal dibandingkan negara lain. Skor PISA (Programme for International Student Assessment) Indonesia sekarang nomor 6 terendah di dunia.
Itu sebabnya, menurut Adhie Massardi, mengganti Nadiem adalah pilihan buruk karena akan menggagalkan visi presiden sendiri. Dia mengatakan, Presiden tidak butuh birokrat yang bekerja serial. Joko Widodo butuh lompatan buat mengejar ketertinggalan.
"Kalau memang benar itu keinginan Presiden, jangan pertaruhkan kementerian pendidikan. Kalau memang Presiden mau gabungkan Riset dan Teknologi ke Kemendikbud, tinggal cari wakil menteri yang punya pola pikir sama sebagai tandemnya untuk ristek yang sejalan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum