Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Utang RI Berkembang Biak, Partai Demokrat Berteriak: Ini Mengerikan!

Utang RI Berkembang Biak, Partai Demokrat Berteriak: Ini Mengerikan! Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Asan, menyoroti total utang pemerintah Indonesia yang sampai akhir 2020 telah mencapai lebih Rp6.000 triliun. Menurutnya, jika tidak ada langkah-langkah strategis untuk mencegah utang semakin membengkak, keuangan negara bisa kolaps.

Marwan menilai, dengan kondisi utang Rp6.000 triliunan dan 85,90 persen merupakan surat berharga negara (SBN), dan 14,10 persen berupa pinjaman, kondisi keuangan negara layak dikhawatirkan.

"Ini kondisi yang mengerikan. Karena rasio utang telah mencapai 39,46 persen. Jika utang pemerintah digabungkan dengan utang BUMN maka total utang mencapai Rp12.269,63 triliun, dengan rasio utang mencapai 79,5 persen dari PDB. Ini bisa membuat keuangan negara kolaps," kata Marwan Selasa 27 April 2021.

Baca Juga: Berambisi Juarai Pemilu Lagi, AHY Ngarep Demokrat Bisa Tembus...

Marwan melanjutkan, memang secara umum, posisi utang pemerintah masih dapat dikatakan aman jika merujuk pada batas 60 persen yang ditetapkan undang-undang. Namun jika digabungkan dengan utang BUMN, rasionya telah melampaui ketentuan undang-undang.

"Ada sejumlah hal perlu menjadi perhatian. Antara lain, porsi beban bunga utang dalam APBN yang semakin besar. Selain itu, defisit keseimbangan primer juga terus meningkat. Ini menunjukkan pemerintah sudah tidak mempunyai dana yang cukup untuk membayar bunga utang, sehingga pembayarannya dilakukan melalui penarikan utang baru," ujarnya

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR itu juga menambahkan, faktor lain yang perlu diwaspadai adalah biaya utang yang semakin mahal. Dari sisi imbal hasil, biaya utang Indonesia tergolong mahal, untuk utang jangka waktu 10 tahun mencapai 6,72 persen, lebih tinggi dibandingkan imbal hasil Jepang hanya 0,03 persen, China 2,99 persen, Thailand 1,29 persen, dan Malaysia 2,5 persen.

Aspek krusial lain yang perlu dicatat, rasio pendapatan pemerintah terhadap PDB juga semakin menurun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: