Guru Besar Ekonomi IPB, Didin S Damanhuri, meminta segala wacana tentang perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode segera dihentikan. Sebab, wacana ini telah menganggu masyarakat.
Ia menilai, latar belakang pengagas wacana jabatan presiden tiga periode merupakan fear scenario atau menjual ketakutan di mana-mana seolah-olah Indonesia akan pecah bila ide tersebut tidak terlaksana.
Baca Juga: Satgas Covid: PPKM Mikro Ampuh Tekan Penyebaran Covid-19
"Isu pembelahan selalu ada dalam politik Indonesia bahkan sejak 1955. Kategorisasi antara santri dan abangan yang lama dihembuskan ternyata sudah hampir tidak relevan karena yang terjadi saat ini partai nasionalis mendekati agamis dan partai partai agamis juga mendekati nasionalis," ujarnya dalam Zoominari yang diselenggarakan Narasi Institute pada Jumat (25/6/2021).
Ia pun menyarankan agar ide tersebut jangan diteruskan karena berdasarkan sejarah, saat kekuasaan hendak memperpanjang melebihi seharusnya, ada agenda buruk yang akan menimpa kekuasaan tersebut.
"Akan ada agenda terburuk yang menimpa pemerintahan demokratis bila ingin memperpanjang kekuasaannya melebihi ketentutan seperti saat Soekarno menjadi presiden seumur hidup dan saat Soeharto dibujuk untuk terus melanjutkan sampai 32 tahun," ujar Didin.
Didin melihat, cara mengakhiri pembelahan bukan dengan memasangkan Jokowi-Prabowo, melainkan dengan mengurai eksistensi oligarki penghisap rakyat yang menguat saat ini.
"Kita harus akhiri pembelahan karena eksistensi oligarki, tidak ada yang happy karena ekstensi oligarki saat ini, baik partai politik pendukung pemerintah maupun partai politik oposisi. Semua seharusnya bersatu melawan oligarki, itu cara tepat mengakhiri pembelahan," ujarnya.
Didin mengatakan, alasan perpanjang tiga periode tidak tepat karena melawan agenda reformasi. Reformasi telah mengakhiri kecelakaan sejarah di mana presiden dijatuhkan karena tidak adanya pembatasan periode, menurutnya.
Didin pun meminta Presiden Jokowi fokus pemulihan ekonomi akibat Covid-19 varian baru delta tanpa ada niat memperpanjang kekuasaannya. Didin mengingatkan, Indonesia saat ini menjadi negara ke-5 di dunia dengan tingkat infeksi tertinggi di dunia, harusnya Presiden fokus penanganan hal tersebut.
"Presiden seharusnya fokus pada pemulihan ekonomi dan kesehatan karena saat ini pola APBN tidak lagi digerakkan untuk mendorong permintaan. Bansos sudah dihentikan sejak April 2021, bahkan stimulus kesehatan juga sudah dikurangi. Presiden harus melengkapi stimulus fiskal dengan APBN 2021 di mana diadakan tambahan anggaran untuk mengaktivasi permintaan ekonomi," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum