Indonesia harus mampu memproduksi soda ash sehingga bisa menekan biaya Impor hingga 40 persen.
Demikian diungkapkan Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, Hari Supriyadi dalam kegiatan Babak Final Kompetisi Esai Nasional bertajuk Industri Soda Ash di Indonesia yang diselenggarakan secara virtual, Sabtu (10/7/2021).
Hari menjelaskan soda Ash, atau lebih dikenal sebagai soda abu, merupakan suatu komponen dasar kimia yang sangat dibutuhkan dalam beberapa industri seperti deterjen dan turunannya, serta lembar kaca dan juga turunannya. Selain kebutuhan dasar, soda Ash juga diperlukan untuk bahan baku baterai mobil listrik pun memerlukan soda ash.
Baca Juga: Wamendag dan Menkop UMKM akan Optimalkan Program Bangga Buatan Indonesia
Namun, hingga kini Indonesia belum memiliki industri (manufacturing plant) soda ash sendiri, dan harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Padahal bahan baku cukup melimpah di tanah air.
"Kebutuhan akan soda ash ini pun cukup besar, hingga 1,2 juta ton pertahun, dan akan terus meningkat. Ketahanan industri nasional masih tergantung kepada Impor," katanya.
Dia mencontohkan dengan adanya pandemi Covid-19, Indonesia tidak siap memenuhi pasokan kebutuhan oksigen. Bisa dibayangkan jika negeri ini tidak mampu lagi mengimpor soda Ash.
"Indonesia harus memiliki pemikiran baru untuk ketahanan industri nasional yang lebih kuat," ujarnya.
Menanggapi kondisi tersebut, untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat akan perlunya pembangunan industri soda ash di dalam negeri, bekerja sama dengan Panitia 80 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik Kimia di Indonesia, PT Kaltim Parna Industi menggelar Kompetisi Esai Nasional bertajuk Industri Soda Ash di Indonesia.
Selain sebagai wadah sosialisasi akan industri soda ash dan manfaatnya, acara ini diharapkan dapat menjadi pendorong pembangunan industri di dalam negeri, yang akhirnya membantu meningkatkan ketahanan industri kimia nasional.
"Kami perlu masukan dari akademisi dan praktisi industri di Indonesia ini untuk bagaimana dapat memiliki industri yang sementara ini belum ada di Indonesia. Mungkin ada sisi atau ruang yang tidak kami lihat dari studi dan kajian yang kami lakukan, maka kami sangat menghargai dukungan ITB, Kementerian Perindustrian, Persatuan Insinyur Indonesia dan para peserta lomba Esai yang kebanyakan dari kalangan milenial," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: