Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Jenderal (Purn) Moeldoko turun gunung menganggapi berbagai serangan terhadap pemerintah terkait pananganan Corona. Menurutnya, di tengah kondisi genting ini, tidak elok hanya mengkritik tanpa solusi. Moeldoko lantas menyebut para tukang kritik itu sebagai “lalat politik’. Siapa maksudnya, Pak?
Istilah “lalat politik” itu diungkap Moeldoko dalam video wawancara khusus yang diunggah kanal YouTube Kantor Staf Presiden, kemarin. Tepatnya di menit ke 10.14 dari total 11 menit 32 detik durasi wawancara. Baca Juga: Kehadiran AHY Selalu Dipermasalahkan, Partai Demokrat ke Kubu KLB Moeldoko: Pemahamannya Sempit!
Di menit-menit ini pula nada bicara mantan Panglima TNI ini meninggi. Khususnya setelah ditanya soal banyaknya suara yang meragukan Indonesia bisa keluar dari pandemi Covid-19. “Bagaimana tanggapan bapak?” tanya si pewawancara. Baca Juga: Rendahkan Demokrat, Ruhut Sitompul Dapat Gelar The King of Penjilat....
Spontan Moeldoko menegaskan, saat ini bukan waktunya untuk pesimis. Karena pesimis tak bisa menyelesaikan masalah, hanya bikin otak tak kreatif hingga buntu. Tidak produktif.
“Untuk itu, buang pesimisme. Justru kita harus selalu optimis jadi bangsa ini,” ucap Moeldoko dengan mengepalkan tinju.
Ia membantah pemerintah disebut antikritik. Namun, untuk saat ini, ia mengajak semua pihak berkolaborasi, membangun soliditas, bersatu-padu dan berpikir menyelamatkan masyarakat.
Kalau ada aspirasi atau kritik, Moeldoko mengaku memiliki wadah untuk menampung itu semua. Di KSP, ada wadah yang sengaja dibentuk untuk menampung berbagai pemikiran baru untuk menghadapi Corona.
“Saya mengingatkan semua pihak, janganlah menjadi lalat-lalat politik yang justru mengganggu konsentrasi,” imbaunya dengan tatapan tajam.
Sayangnya, Ketua Umum Himpunan Keluarga Tani Indonesia (HKTI) itu, tidak menyebut secara gamblang siapa sebenarnya lalat-lalat politik dan ke mana arah pernyataannya itu. Moeldoko hanya menjabarkan konsentrasi apa yang dimaksud. Yakni, konsentrasi mereka-mereka yang disebutnya saat ini bekerja keras, antara lain tenaga medis dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah mempertaruhkan hidup dan mati dalam menangangi pandemi Covid-19.
“Sekali lagi, janganlah menjadi lalat-lalat politik yang mengganggu,” ulangnya lagi.
Ia beralasan, masalah yang dihadapi saat ini adalah persoalan kemanusiaan. Makanya, ia meminta semua pihak melepaskan perbedaan dan memikirkan kepentingan yang lebih besar.
“Yaitu persoalan kemanusiaan dan itu jauh lebih penting dari pada kepentingan pribadi dan golongan,” ajaknya.
Di YouTube, video Moeldoko soal “lalat-lalat politik” ini agak sepi komentar. Hingga berita ini ditulis, video ini sudah ditonton 109 kali dengan 3 komentar. Ramenya di Twitter.
Sejumlah selebtwit yang juga elit Partai Demokrat rame-rame mengomentari video Moeldoko ini.
Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat Andi Arief, lewat akun Twitternya, melayangkan serangan balik dengan melampirkan link berita pernyataan Moeldoko.
“Pengganggu penanganan Covid itu kalau jadi makelar obat cacing. Tolong diberantas pak para lalat makelar itu,” sentilnya lewat akun @Andiarief__.
“Jenderal, lalat hanya mengerubuti sampah berbau busuk atau anyir. Jika Anda lihat istana diganggu lalat, itu artinya di istana sudah terlalu banyak sampah,” timpal @RachlanNashidik.
Sementara Deputi Strategi dan Kebijakan Balitbang DPP Demokrat Yan Harahap mencoba memaknai lalat politik yang dimaksud Moeldoko. “Lalat politik yang paling ganggu penanganan Covid, adalah ‘begal parpol’ yang masih terus berupaya ‘mengganggu’ merampok parpol orang lain, disaat pemerintah sedang berjuang melawan pandemi. Tumpas!” serunya di akun @YanHarahap. “Siapapun, jangan juga jadi lalat ekonomi yang ambil keuntungan secara tidak wajar dari penanganan Covid-19 di negeri kita,” harap @OssyDermawan.
Ada juga yang mendukung Moeldoko. Akun @ud_cakrawala mencoba menebak siapa lalat politik tersebut. “LALAT POLITIK !! Sebutan yang pas banget buat para K-dron dan bohirnya. Mereka selalu terbang mengitar dengan suara dengung yang memuakkan. Makanya jangan tanggung-tanggung pak Moel, semprot lalat politik ini dengan insektisida yang mematikan!!” dukungnya.
“Mereka itu aslinya bukan lalat politik pak, lebih tepatnya gerombolan pengecut yang muncul memanfaatkan situasi demi syahwat mereka. Dan mereka itu tidak berkelas pak. Tau kan siapa mereka??” tanya @Pai_C1. “Jangan hanya jadi Lalat Politik Tetapi Jadilah Lebah Madu atau tawon Madu Politik,” usul @KatjeSyahrul.
Pakar komunikasi politik Hendri Satrio menilai diksi lalat politik yang dipakai Moeldoko itu berlebihan. Ia meminta pemerintah tidak berlindung dari kritik dengan membawa-bawa tenaga kesehatan (nakes) yang sedang berjuang sebagai tameng kritik.
“Nah kalau kemudian ada kritikan dianggap lalat politik dan berlindung dengan kata-kata saat ini Nakes sedang berjuang, wah itu malu-maluin banget ya. Sudah, terima saja kritikan sebagai masukan untuk Indonesia yang lebih baik dalam menangani Covid-19,” kata Hendri saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Pendiri lembaga survei KedaiKOPI itu meyakini semua elemen masyarakat mengapresiasi dan berterima kasih atas kerja keras nakes di tengah pandemi saat ini. Ia juga tidak meragukan masyarakat yang ikut berduka atas banyaknya nakes yang gugur.
“Sebaiknya para pembantu Jokowi mencontoh gaya komunikasi Jokowi yang humble dan menghargai kritik,” sarannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: