Bambang Haryo Soekartono, politikus Partai Gerindra, menilai PPKM Darurat yang dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Panjaitan sejauh ini tidak berhasil mengendalikan kasus Covid-19, justru terjadi lonjakan kasus di hampir semua daerah.
“Kasus Covid-19 tidak turun, justru naik terus ke level tertinggi sepanjang pandemi. Ini berarti PPKM Darurat tidak efektif sehingga harus segera dievaluasi pemerintah. Pejabat yang diberi wewenang sebaiknya mundur sebagai bentuk tanggungjawab kepada publik,” ujar anggota DPR RI periode 2014-2019 ini, Kamis (15/7/2021).
Berdasarkan data Satgas Covid-19, Indonesia mencatatkan 56.757 kasus baru pada Kamis (15/7/2021), tertinggi di dunia. Meskipun PPKM Darurat diterapkan sejak 3 Juli, jumlah kasus positif terus naik hingga totalnya saat ini mencapai 2.726.803 kasus.
Bambang Haryo mengatakan PPKM Darurat yang diterapkan pemerintah terkesan reaktif, tanpa mitigasi bencana dan sosialisasi yang memadai sehingga membuat masyarakat resah.
Padahal, tuturnya, pemerintah dengan kemampuan riset dan sumber daya yang besar seharusnya mampu mengantisipasi lonjakan kasus supaya korban masyarakat bisa diminimalisir.
Menurut dia, PPKM Darurat tidak perlu disertai dengan penyekatan antar-wilayah, tetapi cukup dengan memperketat pengawasan protokol kesehatan (prokes) di dalam wilayah masing-masing yang sebagian besar sudah masuk zona merah Covid-19.
“Yang penting adalah penyadaran masyarakat untuk menerapkan prokes. Libatkan seluruh ASN (aparatur sipil negara) yang jumlahnya 4 juta untuk mengawal jalannya prokes. Bukan dengan penyekatan-penyekatan yang mengakibatkan ekonomi mandeg dan masyarakat menjadi stress sehingga imunnya turun,” jelas Bambang Haryo.
Dia juga mempertanyakan, apakah benar lonjakan kasus Covid-19 saat ini akibat varian Delta yang tidak bisa dikendalikan. “Pemerintah harus menunjukkan bukti hasil risetnya yang meyakinkan. Apakah benar lonjakan kasus saat ini akibat varian Delta atau sebab lain, misalnya mutasi virus corona,” ungkapnya.
Pertanyaan tersebut perlu dijelaskan oleh pemerintah sebab India sendiri membantah lonjakan kasus Covid-19 saat ini akibat varian Delta India. Selain itu, masyarakat butuh klarifikasi mengapa kasus Covid-19 justru melonjak setelah pemerintah gencar melakukan vaksinasi.
“Masyarakat perlu diyakinkan bahwa vaksin yang dipakai oleh pemerintah berkualitas dengan efikasi tinggi, sebab banyak yang sudah divaksin penuh tetapi masih tertular Covid-19. Lalu apa bedanya antara yang sudah divaksin dan belum divaksin,” ujar Bambang Haryo.
Dia mendorong pemerintah untuk melakukan riset lebih lanjut mengenai efikasi vaksin, terutama vaksin Sinovac yang diandalkan pemerintah. Riset ini dinilai penting untuk meyakinkan masyarakat dan mencegah korban Covid-19 di kemudian hari.
Bambang Haryo menyebut, beberapa negara kini meragukan keandalan vaksin asal China itu, terutama terhadap varian baru virus corona seperti Delta. Malaysia, misalnya, memutuskan tidak menggunakan lagi Sinovac untuk vaksinasi nasional.
Thailand juga ragu Sinovac bisa melawan varian baru dan menawarkan sintikan ketiga atau booster dengan vaksi Pfizer, terutama untuk tenaga kesehatan. Bahkan, China sendiri sedang mempertimbangkan untuk menyuntikkan vaksin booster.
Hal lain yang menjadi pertanyaan, lanjut Bambang Haryo, Pemerintah China melalui Konselor bidang Sains dan Teknologi Kedutaan Besar China di Jakarta, Yi Fanping, menyatakan China telah didistribusikan 75 juta dosis Sinovac ke seluruh dunia. Dia juga menjamin keamanan dan efektivitas vaksin Sinovac.
Mengutip data Kemenkes, Indonesia hingga kini sudah menerima vaksin Sinovac dalam bentuk bahan baku sebanyak 115.500.280 dosis. “Artinya, sebagian besar vaksin Sinovac disedot oleh Indonesia. Apakah pemerintah sudah meneliti dan yakin betul efektivitas vaksin itu, dan apakah China sendiri mengandalkan vaksin tersebut?” cetus Bambang Haryo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: