Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dalam Keadaan Mendesak, Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau

Dalam Keadaan Mendesak, Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya pemerintah untuk mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dapat dilakukan dengan menerapkan simplifikasi atau penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT).

Asisten Deputi Fiskal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gunawan Pribadi mengatakan bahwa kebijakan cukai hasil tembakau di Indonesia saat ini memang kompleks dengan berbagai persoalan. Salah satunya, dia menyoroti banyaknya struktur tarif CHT yang berlapis, yakni mencapai 10 golongan tarif. Baca Juga: PPKM Darurat Diperpanjang, Industri Hasil Tembakau Kudu Dilindungi

“Kita memang saat ini mengarahnya kepada simplifikasi atau penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau, karena sistem ini lebih best practice dan memberi benefit,” katanya pada Webinar Pemangku Kebijakan yang diselenggarakan oleh Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) belum lama ini.

Baca Juga: Jadi Kantong Nikotin Bebas Tembakau Pertama di Indonesia, Ekspansi VELO Tergantung pada Regulasi

Sementara itu, Peneliti dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia Renny Nurhasana melihat struktur tarif CHT saat ini masih mengakomodasi variasi harga rokok sehingga perokok masih bisa memilih produk yang harganya lebih murah.

“Penyederhanaan struktur tarif CHT membuat variasi harga rokok berkurang. Harga rokok menjadi lebih tinggi, dan insentif untuk menciptakan merek baru berkurang. Dampaknya, masyarakat tidak dapat beralih untuk membeli rokok dengan harga yang lebih murah di pasaran,” katanya.

Renny mengatakan, penyederhanaan struktur tarif CHT juga mendukung tujuan RPJMN 2020-2024, yakni menekan atau mengurangi prevalensi perokok di Indonesia, terutama perokok anak dan remaja menjadi 8,7% pada tahun 2024.

Secara terpisah, Program Manager di Perkumpulan Prakarsa Herni Ramdlaningrum juga mendesak akan pemerintah menyederhanakan struktur tarif CHT di Indonesia.

"Semua peneliti terutama pegiat tobacco control setuju bahwa struktur cukai rokok di Indonesia itu terlalu berlapis-lapis sampai 10 lapis. Sehingga, harga rokoknya itu selalu terjangkau,” ujarnya. Inilah yang membuat prevalensi perokok di Indonesia selalu naik.

Herni mengatakan, struktur yang rumit juga membuat penerimaan negara dari cukai rokok tidak optimal. Tak hanya itu, kerumitan stuktur CHT juga membuka peluang bagi pabrik rokok untuk melakukan pengindaran pajak. 

“Sangat bisa (bagi pabrikan rokok) untuk melakukan penghindaran pajak dengan membayar tarif yang lebih murah, karena struktur yang terlalu rumit sehingga pengawasan oleh otoritas juga menjadi sulit,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: