Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PPKM Darurat Diperpanjang, Industri Hasil Tembakau Kudu Dilindungi

PPKM Darurat Diperpanjang, Industri Hasil Tembakau Kudu Dilindungi Kredit Foto: Antara/Saiful Bahri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Kabupaten Jombang menilai perlindungan industri tembakau dari tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19 serta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat harus dilakukan untuk menekan laju penularan Covid-19.

Terlebih, kebijakan PPKM Darurat membuat pabrikan mengurangi jam operasional. Adapun pemerintah telah menetapkan untuk memperpanjang masa PPKM Darurat dari 21 Juli hingga 25 Juli 2021. Sebelumnya pemerintah menetapkan PPKM Darurat mulai 3-20 Juli 2021.

Salah satu perlindungan dapat dilakukan melalui kebijakan cukai 2022 yang turut mempertimbangkan performa industri hasil tembakau yang sedang terpuruk. Baca Juga: Untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Sebaiknya Cukai Rokok Tidak Naik

Kebijakan yang tepat diyakini dapat menjaga keberlangsungan industri yang menjadi tumpuan bagi 6 juta orang, termasuk para pekerja di segmen padat karya sigaret kretek tangan.

"Ketika mereka terlindungi masih bisa jalan bagus, maka taraf ekonomi masyarakat akan baik," ujar Wakil Bupati Jombang Sumrambah kepada para wartawan di Jakarta, Rabu (21/7/2021).

Sumrambah mengatakan, kebijakan yang tepat juga dapat memberikan perlindungan bagi para petani tembakau. Ia mengatakan, ada sekitar 5.000 hektare pertanian tembakau di wilayah Jombang saat ini.

Senada dengan Sumrambah, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Sulami Bahar juga mengatakan bahwa IHT terpukul akibat pandemi COVID-19. Sulami berharap pemerintah dapat memberikan kepastian usaha dari pemerintah untuk mengurangi beban perusahaan yang berat. Baca Juga: Hasil PPKM Darurat 2 Minggu, Jubir Pemerintah: BOR Turun

“Salah satunya yang kami harapkan terkait tarif cukai tembakau tidak perlu naik untuk tahun depan, karena keputusan kenaikan cukai 2021 sangat memberatkan bagi produsen dan petani,” ujarnya.

Sulami mengatakan secara agregat di segala segmen sepanjang tahun 2020, produksi IHT mengalami kontraksi produksi mencapai -9,7 persen. Sampai pada Mei 2021, terjadi tren penurunan produksi di kisaran -4,3% persen dari tahun 2020.

“Tren negatif masih terus berlanjut karena pandemi memang terbukti menurunkan daya beli masyarakat. Bisa jadi penurunan produksi tahun ini lebih tajam dari tahun lalu, karena pengendalian pandemi belum ada perbaikan signifikan,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: