Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bahaya RUU PDP Tak Segera Disahkan: Kebocoran Data Dianggap Lumrah, Kepercayaan Investor Hilang

Bahaya RUU PDP Tak Segera Disahkan: Kebocoran Data Dianggap Lumrah, Kepercayaan Investor Hilang Kredit Foto: F5 Labs
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, menilai lambatnya progres pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan membahayakan berbagai pihak, tidak hanya masyarakat, tetapi juga pemerintah itu sendiri.

Terlebih, situasi pandemi mendorong transformasi digital bergerak sangat cepat tanpa memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan ke arah digitalisasi. Ardi meyakini banyak masyarakat yang belum memahami risiko-risiko yang bisa terjadi dari percepatan digitalisasi tersebut.

Baca Juga: Tak Kunjung Usai Dibahas, ICSF: RUU PDP Bisa Kehilangan Relevansi karena Waktu

"Kalau tidak ada perlindungan, ini sama saja kita masuk ke jurang tanpa memahami kenapa kita bisa masuk jurang. Ini akan berbahaya sekali buat kita semua, masyarakat, pemerintah juga. Teman-teman di pemerintah juga adalah bagian dari masyarakat yang memiliki data. Ini akan menjadi persoalan nantinya," kata Ardi kepada Warta Ekonomi, Sabtu (31/7/2021).

Padahal, kasus kebocoran data makin marak terjadi belakangan ini. Tak hanya pencurian data yang menyerang instansi besar, kejahatan pelanggaran data juga menyasar langsung masyarakat secara individual seperti misalnya melalui penipuan dan pemalsuan identitas. Namun, pembahasan RUU PDP hingga sejauh ini masih terhenti pada perselisihan antara DPR dengan Kominfo terkait posisi kehadiran lembaga pengawas perlindungan data.

"Data bocor, dimanfaatkan pihak ketiga, itu kan sama saja pemanfaatan data curian kan, nah itu tidak dibahas. Dampaknya apa pada masyarakat data curian itu? Tidak ada dibahas. Jadi, kita stuck hanya di dalam perdebatan pendapat antara pemerintah-DPR, tapi tidak memikirkan masalah yang lebih besar," pungkasnya.

Apabila kasus kebocoran ini terus terjadi tanpa dilindungi oleh payung hukum yang jelas, pada akhirnya orang-orang akan menganggap kasus ini sebagai suatu hal yang lumrah.

"Lama kelamaan kita tidak akan punya payung hukum sehingga kerawanan makin meningkat, kebocoran data akan terjadi hampir setiap hari, dan orang akan menganggap ini sebagai suatu hal yang lumrah, akan bocor terus," kritiknya.

Selain itu, maraknya kasus kebocoran data juga akan menghilangkan kepercayaan investor menanamkan investasi di Indonesia. Investor akan menimbang kemampuan Indonesia mengelola dan mengamankan data pribadi sebelum menaruh investasinya. Dengan demikian, ketiadaan payung hukum yang bersifat melindungi keamanan data akan berimbas pada runtuhnya kepercayaan publik berinvestasi di negeri ini.

"Kalau tidak ada kepastian hukum dalam perlindungan data, tentunya ini akan berimbas orang tidak akan mau menanamkan investasi di sini, karena itu risiko yang cukup besar," tutur Ardi.

Oleh karena itu, ia meminta para pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU PDP untuk segera mengakhiri perselisihannya dan menentukan titik temu agar rancangan tersebut dapat disahkan menjadi Undang-Undang secepat mungkin.

"Andaikan para pihak yang sekarang ini memiliki perbedaan pendapat menyadari gambaran besarnya, the big picture-nya, melihat semua ini dari helikopter, seharusnya segera dicarikan titik temu, segera diundang-undangkan. Karena taruhannya terlalu besar buat kita bangsa Indonesia dan potensi investasi yang datang, itu risikonya besar sekali," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: