Hubungan diplomatik China-Australia mengalami kemunduran dari waktu ke waktu. Hal tersebut seiring juga memburuknya hubungan China-Amerika Serikat (AS).
Australia adalah sekutu AS paling penting di Asia Pasifik. Kedekatan China-Australia disatu sisi memengaruhi kebijakan Washington namun disisi lain sejak kepemimpinan Trump, Australia terkesan ditinggal sendirian.
Baca Juga: Orang Berduit ke Luar Angkasa, Tapi Inggris Siaga Merah karena Rusia dan China Timbulkan...
Namun, situasi sekarang beda, sejak penasehat Joe Bidden untuk kebijakan Asia, Kurt Campbell mengatakan pada Maret 2021 bahwa "AS tidak siap untuk meningkatkan hubungan bilateral dan terpisah pada saat yang sama sekutu dekatnya sedang mengalami paksaan ekonomi dari rivalnya". Kurt Campbel menyatakan AS menyatakan tidak akan meninggalkan Australia sendirian.
Perselisihan antara Australia dan China telah terjadi selama bertahun-tahun. Seperti AS dan negara-negara demokrasi lainnya, Australia menjalin hubungan dengan China, dan kedua ekonomi tersebut menjadi terjalin dalam hubungan ekonomi yang sangat menguntungkan.
Harta karun kekayaan alam Australia menjadi sangat diperlukan bagi mesin industri China yang berkembang pesat. Australia-China bahkan menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada tahun 2015.
Namun seiring berjalannya waktu, kemesraan hubungan ekonomi tersebut berlahan mulai pudar.
Canberra mulai gelisah tentang kebijakan luar negeri Xi Jinping yang suka berkonflik khususnya terkait laut China Selatan, jalur perdagangan Australia ke negara Asia lainnya.
Turnbull, Perdana Menteri Australian 2015-2018 beberapa waktu lalu menulis buku berjudul "A Bigger Picture" (2020) dengan mengatakan bahwa China menjadi lebih tegas, lebih percaya diri dan lebih siap tidak hanya untuk menjangkau dunia namun menjadi aktor internasional yang menuntut kepatuhan.
Australia sangat terbuka mengkritik kebijakan China di Laut China Selatan. Mungkin Australia bisa menjadi partner bersama Indonesia dalam mengurangi hegemoni China di perairan laut internasional.
Patut dingat bahwa China membangun instalasi militer di pulau buatan Laut China Selatan untuk memperkuat klaimnya diseluruh jalur air perdagangan tersebut.
China aktif sekali dalam melakukan distribusi uang di sekitar kalangan politisi negara dagangnya. Begitu juga yang China lakukan di Australia. Turnbull mengingatkan bahwa politik bagi-bagi uang tersebut dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah yang menguntungkan China. Sangat berbahaya.
Baca Juga: LCS Menghangat, Amerika Gertak China Jangan Berani-berani Serang Militer Filipina
Australia berusaha mengurangi derasnya suap kepada politisi melalui Undang-undang baru yang dirancang untuk mengurangi pengaruh asing dalam pengambilan kebijakan publik.
Tahun 2018, hubungan China-Australia memburuk. Pemerintahan Australia dipimpin Malcolm Turnbull melarang raksasa telekomunikasi China, Huawei, memasok peralatan untuk jaringan 5G Australia, dengan mempertimbangkan risiko keamanan yang terlalu besar terhadap infrastruktur penting.
Hubungan semakin memburuk pada April 2020, ketika pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison saat ini menyerukan penyelidikan independen terhadap asal usul wabah virus corona yang diduga berasal dari Laboratium Wuhan di mana tuduhan semacam itu dinilai sebagai upaya manuver politik untuk menodai China.
China berusaha meminta Canberra untuk mundur dari tuntutan investigasi tersebut. Sejumlah upaya dilakukan pemerintahan china terutama dalam tekanan ekonomi.
China menangguhkan izin ekspor produsen daging sapi utama Australia; China mengenaian tarif hukuman "cukai" pada biji Barley dan minuman anggur; dan China menginstruksikan beberapa pembangkit listrik dan pabrik baja untuk berhenti membeli batubara dari Australia.
Menurut lembaga think tank Australia, diperkirakan bahwa Australia kehilangan $7,3 miliar dalam ekspor selama periode 12 bulan. Termasuk beberapa industri utama sangat terpukul seperti Industri seafood lobster, yang hampir sepenuhnya bergantung pada pembeli China, hancur setelah Beijing secara efektif melarang penjualannya.
Kelihatannya Australia tidak mau mengalah pada tekanan ekonomi China. Australia merasa hubungan diplomatik cerdas harus dilakukan namun tidak boleh berkompromi pada nilai inti dan kepentingan nasional Australia.
Beijing dinilai belum mampu menimbulkan rasa sakit ekonomi yang cukup untuk menekan Canberra agar menyerah. Kemungkinan China tidak dapat melakukan tersebut karena bala bantuan AS melalui Joe Bidden datang membawa insentif ekonomi ke berbagai partnernya termasuk Australia.
Secara hitungan ekonomi, Jumlah Ekspor Australia yang terganggu dari sejumlah rintangan dagang China tersebut hanya 0,5 persen dari PDB-nya. Bahkan Australia mencari diversifikasi basis konsumennya seperti sebagian batubara yang diblokir China dialihkan ke India.
Baca Juga: China dan Rusia Gelar Latihan Militer Gabungan, Amerika Pasang Mata Baik-baik Jika Mau...
Kelihatannya Beijing belum mampu menekan sempurna Canberra karena disisi lain Beijing sangat membutuhkan Biji Besi dan Lithium Australia untuk menopang kendaraan listrik China dan Industri Konstruksi China.
Beijing menyalahkan Canberra. Dalam narasi Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, mengatakan akhir tahun 2020 lalu bahwa “akar penyebab” perselisihan adalah “serangkaian langkah politik Australia yang salah”
Tak lama setelah itu, China membagikan daftar 14 keluhan terhadap Canberra kepada pers lokal, yang mencakup tindakan seperti memblokir investasi China secara tidak adil dan mempelopori “perang dagang” China-Australia atas tindakan represif Beijing di Hong Kong dan provinsi Xinjiang barat jauh China.
Bahkan hal yang sama dilakukan seorang diplomat top China kepada Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman yaitu memberikan dua daftar keluhan yang harus diperbaiki Washington untuk meningkatkan hubungan selama pembicaraan di kota pelabuhan Tianjin
Masa depan China-Australia kelihatannya masih mengalami kebuntuan mengingat keduanya terus saling menjatuhkan.
Pada bulan April 2021, menteri luar negeri Australia membatalkan dua perjanjian yang ditandatangani oleh pemerintah negara bagian Victoria sebagai bagian dari proyek pembangunan infrastruktur prioritas Xi Jinping yaitu Inisiatif OBOR. China mengklaim pembatalan kesepakatan itu “merugikan hubungan luar negeri.”
*Achmad Nur Hidayat, Pendiri Narasi Institute, Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto