Jokowi Ingin Diterima Masyarakat Lewat Baju Adat, jika Berlebihan Hati-Hati Blunder dan Over Acting
Tradisi mengenakan pakaian tradisional atau busana adat oleh Presiden Joko Widodo dimaknai sebagai upaya Jokowi mendapat penerimaan masyarakat Indonesia di seluruh lapisan.
Jokowi dianggap ingin mencitrakan diri bahwa presiden selaku pemimpin dapat berselera dan bersikap sebagaimana rakyatnya yang terdiri dari berbagai macam kalangan serta adat istiadat.
Baca Juga: Berpakaian Adat, Jokowi Ingin Tunjukan Peduli Masyarakat Adat, Tapi Keberpihakan Pemerintah Jauh...
Terbaru Jokowi tampil di acara kenegaraan dengan pakaian adat. Pertama Jokowi mengenakan busana khas Suku Baduy saat Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8) dan sehari berikutnya Jokowi memilih pakaian tradisional Lampung saat melakukan upacara kemerdekaan RI di Istana Negara hari ini.
Dosen dan akademisi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Fathul Lubabin Nuqul, mengatakan dengan mengenakan pakaian tradisional di acara tertentu merefleksikan bahwa Jokowi ingin diterima oleh masyarakat dan Jokowi ingin dicitrakan positif.
"Iya memang itu terlepas apakah itu pencitraan tetapi bahwa wajar lah seorang pemimpin kemudian ingin dicitrakan oleh warganya dengan berbagai sisi positif ya. Saya kira itu hal yang wajar, artinya bahwa itu dalam koridor yang biasa di manapun, siapapun ketika ingin diterima," kata Fathul dihubungi, Selasa (17/8/2021).
"Jadi lebih tepatnya pada penerimaan bahwa ini loh presidenmu bisa berpenampilan dengan baik, menghargai adat isitiadat melalui pakaian yang dikenakan dalam acara sangat formal seperti kemarin," sambungnya.
Sementara itu apakah kemudian ada makna politik yang ditujukan dari sikap Jokowi tampil dengan pakaian adat, Fathul menilai pandangan itu bisa saja terjadi. Sikap Jokowi yang ingin mendapat penerimaan masyarakat bisa saja kemudian ada yang mengaitkannya dengan wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Kendati Jokowi menegaskan tidak memiliki keinginan ke arah sana.
"Jadi bahwa itu menjadi sangat penting penerimaan itu, dianggap menjadi bagian itu menjadi sangat penting bagi seorang presiden. Karena seorang pemimpin terlepas nanti keputusan MPR dan undang-undang bagaimana terkait dengan isu presiden tiga kali itu bisa dikaitkan. Artinya bahwa upaya ingin menerima itu iya sangat besar," ujar Fathul.
Namun terlepas dari isu penambahan masa jabatan presiden, Fathul mengatakan rasa penerimaan masyarakat yang diinginkan Jokowi itu bisa jadi untuk mengakhiri masa jabatannya pada 2024. Sebagai pemimpin sudah barang tentu Jokowi ingin melepas jabatannya sebagai presiden dengan akhir yang bahagia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: