Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

AKKMI Rekomendasikan Perketat Pengawasan untuk Minimalisasi Kecelakaan Laut

AKKMI Rekomendasikan Perketat Pengawasan untuk Minimalisasi Kecelakaan Laut Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa M. Mar. | Kredit Foto: AKKPI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai tindak lanjut dalam merumuskan rekomendasi perbaikan dan penyelesaian secara komprehensif terhadap Tata Kelola Pelabuhan Penyeberangan di Indonesia terutama Merak – Bakauheni, Ketapang – Gilimanuk, Padang Bai – Lembar, Potatono – Kayangan. 

Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi menginisiasi rapat koordinasi guna menindaklanjuti maraknya kejadian kecelakaan yang melibatkan Kapal Penyeberangan (Kapal Ferry) – ASDP. 

Baca Juga: ASDP Bangun Kawasan Wisata dari Dana IPO, Ini Komentar Bambang Haryo

Dalam rakor tersebut Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa M. Mar,  yang menjadi wakil dari Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI), dalam keterangan pers kepada media, Sabtu (28/8/2021), memberikan beberapa rekomendasi.

Capt. Hakeng yang menjabat bendahara di AKKMI dalam rekomendasi pertama menyatakan, "Mengingat Pelabuhan Penyeberangan dioperasikan oleh BUMN – ASDP, maka Agar jajaran Dewan Komisaris jangan lagi berasal dari pejabat publik yang masih aktif apalagi berasal dari kementerian teknis karena akan terjadi benturan kepentingan."

Rekomendasi kedua dari Capt. Hakeng adalah Regulator terkait teknis apalagi peraturan-peraturan terkait yang masih memiliki banyak benturan terutama UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan aturan dibawahnya.

Di mana saat ini ASDP masih mengacu/diatur oleh Perhubungan Darat (HubDat) sebagai Regulatornya sedangkan kejadian selama ini yang kita amati merupakan area Perhubungan Laut (Hubla). Kejadian-kejadian tersebut harusnya mampu menggugah kita semua untuk bisa menggali apakah ada yang salah dengan regulasi dan regulatornya? 

Lebih lanjut Capt. Hakeng merekomendasikan bahwa pengertian kapal sebagai jembatan sebagai mana tertuang dalam Bab I Pasal 1 butir 7  PP No. 20 tahun 2010 tentang angkutan perairan juga perlu dikaji kembali. 

"Karena definisi tersebut telah menyebabkan misinterpretasi yang dalam di tataran pelaksana dimana kapal-kapal ASDP hanya dianggap sebagai benda (jembatan) dan bukan alat transportasi apalagi kapal," jelasnya.

Di samping itu rekomendasikan keempat yang diajukan Capt. Hakeng yakni tidak adanya perwakilan Hubla pada saat kegiatan yang diundang menandakan bahwa kita patut diduga  tidak memahami akar masalah sebenarnya yang terjadi. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: