"Konstruksi yang kita bangun hanya meluruskan, membangun koridor untuk menghindari penyimpangan tafsir karena ada frasa multitafsir," kata Wasis.
Terkait bukti pendukung, pihaknya telah membongkar berbagai dokumen, risalah rapat, juga naskah akademik RUU Sisnas Iptek.
“Lucunya memang Pasal 48 ayat 1 UU Sisnas Iptek tidak ditemukan. Biasanya di situlah bagaimana argumentasi para pembentuk hukum di DPR melihat apa yang menjadi alasan-alasan,” tutur Wasis.
Di sisi lain, kata dia, di halaman 152 naskah akademik RUU Sisnas Iptek menyebutkan masalah anggaran, yang menandakan niat awal memang bukan membentuk sebuah badan/lembaga baru. Melainkan lebih pada mengoordinir lembaga-lembaga iptek yang sudah ada.
“Kalau ada UU yang melahirkan lembaga baru biasanya ada aturan khusus yang mengatur bagaimana lembaga baru itu berjalan dan bekerja. Tupoksinya akan diatur. Termasuk transisi. Tetapi dalam ketentuan di Pasal 48 hanya dikatakan dibentuk BRIN, yang sama sekali tidak ada penjelasan apa pun,” ujar Wasis.
Ia memastikan, intensi pembentuk UU Sisnas Iptek jelas bukan membentuk badan/lembaga baru untuk mematikan berbagai lembaga iptek yang ada.
Konstruksi tafsir inilah yang perlu dikembalikan sesuai tujuan dari pembentukan UU Sisnas Iptek yang sesungguhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: