Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sadis! Gegara Tiongkok Harga Kripto Kembali Jatuh, Indodax: Cuma Jangka Pendek

Sadis! Gegara Tiongkok Harga Kripto Kembali Jatuh, Indodax: Cuma Jangka Pendek Kredit Foto: Unsplash/Pierre Borthiry
Warta Ekonomi, Jakarta -

Harga aset kripto di minggu lalu sempat mengalami market merah berhari-hari karena adanya kekhawatiran efek penularan Evergrande Group dan Federal Reserve. Setelah sempat pulih beberapa saat, harga mayoritas aset kripto pun kembali jatuh akibat pernyataan dari Bank Sentral Negara Republik Rakyat Tiongkok yang mengumumkan perlawanan kerasnya terhadap industri kripto sehingga menyebabkan terjadinya aksi jual massal. 

Melansir pernyataan resmi dari perwakilan bank sentral negara yang berjuluk tirai bambu tersebut, transaksi kripto adalah transaksi yang ilegal karena bersifat spekulatif dan dianggap rawan dimanfaatkan untuk tindakan pencucian uang.

CEO Indodax, Oscar Darmawan menyatakan bahwa meskipun pelarangan tersebut sempat membuat harga bitcoin dan aset kripto lainnya jatuh, nyatanya atensi dan minat masyarakat dunia (tidak hanya di Indonesia) sampai saat ini justru semakin banyak, terlebih saat masa pandemi seperti ini. Sehingga, pemberitaan ini harusnya tidak menjadi sebuah kekhawatiran besar untuk para investor. Baca Juga: Perangi Kripto, Bank Sentral China Buat 'Mekanisme Koordinasi'

“Investor tidak perlu was was. Menurut saya, pengumuman ini hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara. Namun secara jangka panjang tidak akan berdampak. Saya beri contoh. Pada 1 Januari 2021, harga Bitcoin menyentuh US$29.576 per koin atau setara Rp 422 jutaan dengan kurs dollar hari ini. Coba lihat sekarang. Harga Bitcoin sudah menyentuh di angka US$43,942 per koin atau setara Rp 626 jutaan dengan kurs dollar hari ini”, ungkap Oscar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/9/2021).

Oscar menjelaskan, pernyataan dari People's Bank of China (bank sentral negara Republik Rakyat Tiongkok) mengenai pelarangan transaksi kripto bukanlah hal yang baru. Pada awal tahun 2021, pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tersebut mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto.

Kabar tersebut, disusul oleh pernyataan grup industri keuangan negara Tiongkok pada Mei 2021 yaitu Asosiasi Keuangan Internet Nasional Tiongkok, Asosiasi Perbankan Tiongkok, dan Asosiasi Pembayaran dan Kliring Tiongkok yang resmi melarang segala perdagangan kripto. Baca Juga: China Resmi Larang Semua Transaksi Mata Uang Kripto

“Pernyataan aturan dari People's Bank of China tentang pelarangan transaksi kripto ini bukanlah hal baru dan menurut saya, pernyataan kemarin hanyalah sekadar pengingat. Menilik beberapa waktu ke belakang, larangan oleh pemerintah Tiongkok terhadap kripto bukan pertama kalinya dikeluarkan. Sebelum tahun 2021, Bitcoin memang sejak tahun 2013 akhir sudah dilarang di Tiongkok. Pada 2017, pemerintahan Tiongkok pernah menutup bursa kripto lokal. Kemudian di Juli 2018, People's Bank of China mengatakan ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan Initial Coin Offering yang ditutup. Dan di tahun 2019, People's Bank of China mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web Initial Coin Offering," kata Oscar.

Tidak hanya itu, ia juga menambahkan bahwa negara Tiongkok memang satu satu nya negara yang sangat keras terkait transaksi kripto. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang justru mendukung pertumbuhan aset kripto termasuk Indonesia. Indonesia  memperbolehkan aset kripto menjadi suatu komoditas dan sudah resmi diatur dibawah BAPPEBTI.

“Ekosistem Tiongkok dirancang tertutup termasuk internet. Tiongkok memblokir Youtube, WhatsApp, Facebook, Google dan menciptakan layanannya sendiri namun keempat layanan tersebut toh tetap berjaya sampai saat ini. Soal kripto, nyatanya masih ada negara lainnya yang mendukung pertumbuhan kripto seperti El Salvador yang baru baru ini melegalkan bitcoin sebagai alat pembayaran, Honduras dan Guatemala yang sedang melirik pelegalan bitcoin sebagai alat pembayaran, parlemen Ukraina yang telah mensahkan rancangan undang-undang yang melegalkan dan mengatur aset kripto, JP Morgan dan Bank of America yang mendukung kripto, serta Paypal yang sudah berekspansi ke Inggris Raya untuk menyediakan layanan jual beli kripto”, jelas Oscar.

"Saya sendiri masih optimis terhadap kripto dan bitcoin. Karena apa? Negara negara lain termasuk "negara barat" toh mendukung inovasi ini. Berita dari Tiongkok hanya berita usang sejak tahun 2013 dan bukan merupakan sesuatu yang baru," tambah Oscar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: