Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengkritik gagasan rancangan Undang-Undang perpajakan oleh pemerintah selama ini. Menurutnya, gagasan yang diberikan pemerintah menunjukkan sikap yang tidak konsisten.
"Pemerintah selama ini menggembor-gemborkan multitarif, tapi dari apa yang sudah diputuskan tetap single tarif. Jadi, ada ketidakkonsistenan antara gagasan awal dengan apa yang sudah diputuskan kemarin," kata Tauhid dalam Diskusi Publik INDEF, Rabu (6/10/2021).
Baca Juga: Bila Pajak Karbon Diterapkan, INDEF Ingatkan Agar Tidak Dibebankan ke Konsumen
Ia juga menyoroti forum yang membahas perubahan ketentuan perpajakan tersebut dilakukan secara tertutup. "Saya juga heran kenapa forumnya relatif agak tertutup saat penentuan," tuturnya.
Lebih lanjut, ia juga turut menggarisbawahi ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang baru ditetapkan tersebut terkait pemberlakuan pajak sebesar 11% yang dimulai pada 1 April 2022 mendatang.
Menurutnya, keputusan tersebut justru kontraproduktif dengan upaya pemulihan ekonomi akibat serangan pandemi Covid-19. "Katakanlah banyak usaha yang saat ini baru mulai melakukan akses pinjaman dan sebagainya, tapi sudah dihantui kenaikan pajak menjadi 11%. Ini kontraproduktif," ungkapnya.
Kendati pajak akan dibebankan pada konsumen, Tauhid meyakini ketentuan tersebut tetap akan berdampak pada para pelaku usaha. Salah satu kemungkinannya, kata Tauhid, kenaikan pajak tersebut akan menurunkan omzet para pelaku usaha.
"Justru akan menjadi kontraproduktif agar usaha masing-masing lebih berkembang. Saya kira ini menjadi catatan penting," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum