Menko Polhukam, Mahfud MD, kesal betul dengan ulah para obligor BLBIw yang cuek terhadap panggilan Pemerintah. Mahfud mengancam, kalau para obligor BLBI tersebut tidak bisa diajak menyelesaikan masalah dengan baik-baik, dia akan membawanya ke jalur pidana.
Mahfud menggelar rapat Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, di kantornya, Jakarta, Kamis (7/10/2021). Beres rapat, mantan Ketua MK ini menggelar konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam. Baca Juga: Waduh! Mahfud Ancam Bakal Pidana Pelaku Pengalihan Aset BLBI
Berdiri paling depan, Mahfud memasang wajah garang. Tanpa senyum dan sorot matanya tajam. Nada bicaranya agak tinggi dan penuh ancaman. Ia menjelaskan, untuk menagih utang negara dari para obligor BLBI, Pemerintah sampai mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres). Baca Juga: Kritik Kinerja Satgas BLBI, Ekonom Narasi Institute: Sebaiknya Tidak Gaduh!
Dalam Keppres terbaru, ada Kepala Bareskrim, Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tupoksi Bareskrim untuk menangani jika ada masalah pidana, sedangkan BPN mengurusi masalah sertifikat.
Mahfud menegaskan, Satgas BLBI dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti. Meski pada dasarnya hanya perdata, tidak menutup kemungkinan timbul pidana. Dia pun sudah dibekali Keppres baru oleh Presiden Jokowi untuk mengurus masalah pidana BLBI ini.
“Dulu, modal pertama melakukan langkah-langkah (perdata). Ternyata, di tengah jalan, kemungkinan ada langkah-langkah hukum lain yang dilakukan sehingga saya dimodali Keppres baru lain, yang baru terbit hari Rabu tanggal 6 Oktober," ucapnya.
Dalam melakukan berbagai upaya penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara, Satgas BLBI akan melakukan tindakan tegas pada obligor yang tidak serius menunaikan kewajiban. Sebab itu, Mahfud meminta para obligor bekerja sama. Apalagi, saat ini negara sangat membutuhkan banyak uang untuk penanganan Corona.
"Saya ingin semuanya mengembalikan utangnya kepada negara. Karena negara sekarang membutuhkan untuk dikembalikan kepada rakyat. Digunakan untuk kepentingan rakyat. Itu tugas negara. Jangan main-main, rakyat sekarang sedang susah. Berkali-kali saya katakan, kalau Anda main-main, nanti akan ada langkah-langkah berikutnya," ancam Mahfud.
Sampai saat ini, Satgas BLBI terus mengejar obligor nakal yang tak mau bayar utang ke negara. Totalnya ada 48 obligor dengan utang yang berkisar Rp 110,45 triliun.
Sudah ada belasan obligor yang dipanggil Satgas. Dari pemanggilan ini, sebagian kecil yang mau datang. Sebagian lainnya hanya mengirimkan utusan, bahkan ada yang mangkir.
Rinciannya: Pertama, Agus Anwar. Pemilik utang Rp 104 miliar ini mangkir. Kedua, Tommy Soeharto dan Ronny Hendrato. Ronny datang memenuhi panggilan, sementara Tommy hanya mengirim utusan. Ketiga, Kaharudin Ongko yang juga diwakili kuasa hukumnya. Keempat, Ronny HR yang berjanji bakal melunasi.
Kelima, debitur PT Era Persada, yang mangkir saat dipanggil. Keenam, Kwan Benny Ahadi, hanya hadir secara virtual dari Kedubes RI di Singapura. Ketujuh, Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono, yang kompak tidak hadir. Kedelapan, Nirwan Bakrie dan Indra Bakrie. Mereka hanya mengirim utusan Sri Hascaryo. Kesembilan, Thee Ning Khong yang diwakili putranya.
Kesepuluh, The Kwen Le hadir dan janji bertanggung jawab. Kesebelas, PT Jakarta Kyoei Steel Works memenuhi panggilan untuk membicarakan penagihan. Kedua belas, PT Jakarta Steel Megah Utama, hadir memenuhi panggilan Satgas BLBI. Keempat belas, PT Jakarta Steel Perdana Industry hadir memenuhi panggilan.
Satgas BLBI juga memanggil Suyanto Gondokusumo, selaku debitur/obligor yang memiliki urusan utang dengan negara. Kehadirannya diwakilkan oleh kuasa hukumnya, Jamaslin James Purba.
Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno mendukung langkah tegas Mahfud dalam menagih obligor BLBI. Ia juga menganggap tepat adanya Bareskrim dan BPN dalam Satgas BLBI. Dengan tim yang lengkap, ruang gerak obligor bakal semakin terbatas. "Karena yang sering terjadi, obligor bisa bergerak leluasa karena bahasa aparat terkait masih berbeda-beda," ujar politisi senior PDIP ini.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, BLBI bukan perkara uang kecil. Selama ini, para obligor menggunakan berbagai cara untuk menghindari kewajibannya. Karena itu, Pemerintah wajar melakukan tindakan tegas.
Menurut Bhima, jika obligor sudah diberikan waktu dan berkomitmen, namun tidak juga membayar, Satgas BLBI harus segera melakukan penyitaan. Karena yang terpenting saat ini adalah shock therapy sehingga obligor yang lain sadar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih