Kejar Kekuatan Besar China, Para Pakar Desak Pemerintah India Gandeng Poros Ini
Delapan pakar strategis teratas India telah meminta pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi untuk bekerja dengan kekuatan regional seperti Turki dan Iran. Mereka menggambarkan tantangan yang ditimbulkan oleh China sebagai masalah paling signifikan dalam kebijakan keamanan eksternal negara itu dalam dekade mendatang
Dalam makalah kebijakan berjudul “India's Path to Power: Strategy in a World Adrift,” para pakar strategis termasuk mantan Penasihat Keamanan Nasional Shiv Shankar Menon dan mantan Menteri Luar Negeri Shyam Saran, mendesak pemerintah untuk menjauh dari beberapa kekhawatiran itu dengan Turki dan Iran demi keuntungan keseluruhan.
Baca Juga: AL Amerika, Jepang, Australia, dan India Gelar Latihan Bersama di Tengah Kebangkitan China
“Jika menyusun strategi geopolitik kontinental menyiratkan mengesampingkan beberapa kekhawatiran kami sebelumnya –katakanlah, hubungan Turki dengan Pakistan– maka kami harus siap untuk melakukannya,” kata makalah itu, yang dirilis oleh Center for Policy Research (CPR), think tank kebijakan publik terkemuka di India, melansir Anadolu Agency, Kamis (14/10/2021).
Kelompok ahli ini telah mulai menyusun makalah pada Mei 2020 dan setelah pertemuan secara berkala menyelesaikannya pada September 2021.
Kelompok tersebut, yang juga termasuk sejarawan terkenal seperti Sunil Khilnani dan Srinath Raghavan, selain ekonom top Ajit Ranade, meminta pemerintah untuk memulai pencarian rute darat yang lebih aktif ke Afghanistan dan Asia Tengah, melalui Iran dan mungkin Turki.
“Pencarian ini sangat penting tidak hanya untuk integrasi India dengan kawasan itu, tetapi juga untuk menyusun respons kontinental terhadap jejak strategis China yang tumbuh di Asia Tengah –sebuah tandingan penting bagi tindakan India dalam domain maritim,” kata para ahli.
Mempertahankan bahwa kemampuan India untuk mempertahankan pemerintahan demokrasi liberal di dalam negeri akan sangat penting dalam kemampuan dan kredibilitasnya untuk menempatkan dirinya sebagai kekuatan penyeimbang bagi China.
Makalah kebijakan tersebut mengatakan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia akan mempertahankan arti-penting dan signifikansinya sebagaimana dibuktikan oleh pembingkaian kompetisi AS-China saat ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: