Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika mengatakan, rantai nilai industri kelapa sawit telah tersambung mulai dari kebun, pabrik kelapa sawit, industri hilir hingga konsumen akhir.
”Ini menjadikan sektor ini berpotensi sebagai penghela pemulihan ekonomi nasional dalam rangka persiapan skenario pasca pandemi,” ujar Putu, dikutip idxchannel.com.
Baca Juga: GAPKI Serahkan Batik Sawit Nusantara Kepada Presiden dan Jajaran Kabinetnya
Dikatakan Putu, Kemenperin menjadikan industri pengolahan kelapa sawit sebagai salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan, sehingga perlu dijaga aktivitas produksinya selama masa pandemi. Melalui penerbitan dan pengawasan Izin Operasional Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI), industri hilir kelapa sawit dikategorikan sebagai sektor kritikal yang dapat beroperasi 100 persen selama masa pandemi dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Kami juga memfasilitasi melalui pemberian Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sekitar US$6 per MMBTU sesuai Perpres No. 40/2016. Fasilitas tersebut telah diimplementasikan lebih dari 20 pabrik oleokimia turunan minyak sawit dari 11 perusahaan,” sebut Putu.
Tidak hanya itu, sejak tahun 2011, Kemenperin juga konsisten dalam mengusulkan tarif pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya secara progresif sesuai rantai nilai industri dan harga CPO internasional sebagai harga referensi bulanan. “Struktur pentarifan tersebut dinilai lebih pro-industri pengolahan,” tegas Putu.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Tarif Pungutan Dana Perkebunan, yaitu PMK No. 133/2015 juncto PMK 76/2021 dan PMK tentang Tarif Bea Keluar yaitu PMK No. 128/2011 juncto PMK No. 166/2020.
Melalui dua kebijakan strategis, yaitu Harga Gas Bumi Tertentu untuk sektor industri oleokimia dan Tarif Pungutan Ekspor progresif, membawa dampak positif pada kurun waktu tahun 2012 – 2014 dan tahun 2017-2020, yakni terjadi pertumbuhan investasi industri hilir pengolahan sawit yang menggembirakan.
Kemenperin juga mendukung langkah pemangku kepentingan untuk menjadikan produk hilir kelapa sawit Indonesia berpredikat ramah lingkungan. Industri perkelapasawitan Indonesia diwajibkan mematuhi prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang mengatur best practice berkelanjutan dan ketertelusuran tinggi (traceable).
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan citra ramah lingkungan dan lestari berkelanjutan sehingga sejalan dengan tren green products yang disukai oleh konsumen global serta memperkuat akses pasar ekspor produk kelapa sawit Indonesia.
“Kami juga mendorong penggunaan teknologi informasi berbasis ICT dalam kerangka program Making Indonesia 4.0; dalam hal operasional industri di tingkat shop floor; dan juga dalam hal ketertelusuran (traceability) produk hilir kelapa sawit sesuai dengan standar sustainable palm oil yang berlaku global,” tutup Putu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: