Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gara-Gara Solar Subsidi Kosong, Puskepi Minta BPH Migas Cabut Aturan Penyaluran BBM

Gara-Gara Solar Subsidi Kosong, Puskepi Minta BPH Migas Cabut Aturan Penyaluran BBM Sejumlah petugas mengawasi proses pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) ke mobil tangki distribusi di Terminal Terintegrasi Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Ampenan, Mataram, NTB, Senin (29/3/2021). Pertamina mencatat konsumsi BBM Perta-Series (Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo) di Mataram mengalami peningkatan sebesar 16 persen pada bulan Maret 2021 dibanding dengan bulan Februari 2021 dimana pada bulan Maret 2021 penyaluran BBM Perta-Series di Mataram rata-rata sebanyak 295 kilo liter (KL) per hari, meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 255 KL per hari. | Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria meminta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk mencabut aturan mengenai kuota penyaluran BBM bersubsidi yang ditentukan per SPBU.

Ia menilai hal tersebut menjadi penyebab kekosongan solar subsidi di sejumlah wilayah.

Baca Juga: BBM Solar Langka, AEPI: Ini Gara-Gara Regulasi yang Kacau

"Dengan pemberian relaksasi oleh BPH (Migas), ini bisa dimaknai bahwa secara tak langsung BPH mengakui ada kesalahan dalam membuat kebijakan, keputusan tentang penetapan kuota solar subsidi berdasarkan lembaga penyalur," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/10/2021).

"Jika tidak ada kelemahan atau kesalahan, kenapa harus dikeluarkan relaksasi. Relaksasi bisa dipahami publik sebagai keputusan 'melonggarkan' penentuan kuota solar subsidi dari per lembaga penyalur menjadi per wilayah (Kabupaten/Kota)," sambung dia.

Baca Juga: Pembelian BBM Meningkat, Pengamat: Tanda Ekonomi Mulai Tumbuh

Lebih lanjut, ia mengatakan kuota yang mengacu pada lembaga penyalur telah terbukti menimbulkan masalah pada kecepatan penanganan kekosongan solar di SPBU. 

"Artinya BPH harusnya mencabut peraturan atau keputusan terkait penentuan kuota solat PSO perlembaga penyalur, bukan cuma hanya membuat keputusan Relaksasi saja," tegas dia.

Disebutkan lagi bahwa relaksasi adalah kewenangan BPH Migas secara khusus terkait kuota yang sudah ditetapkan saja, bukan menambah kuota nasional

"Kalau dengan relaksasinya bph migas bisa selesaikan masalah kelangkaan solar di SPBU, lah kenapa tidak dicabut saja peraturannya bukan cuma di koreksi dengan relaksasi saja," katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan kekosongan solar subsidi umumnya terjadi pada SPBU tertentu di beberapa titik pada wilayah Kabupaten/Kota tertentu, bukan terjadi di seluruh SPBU di semua Kota. 

SPBU yang ada di jalan tertentu yang mudah di akses bus dan atau truk berbahan bakar solar, dipastikan akan kehabisan BBM tersebut. 

"Akibat adanya peraturan yang membatasi kuota solar subsidi pada setiap SPBU, maka ketika pada SPBU  terjadi kekosongan solar, pihak Patra Niaga tentu saja tidak bisa serta merta lakukan penambahan pasokan dan inilah penyebab kegaduhan kelangkaan solar di masyarakat," ungkapnya. 

Maka itu, Sofyano mengajak masyarakat untuk memahami bahwa ketika terjadi kelangkaan solar di SPBU, ini bukan karena berkurang atau tidak ada nya stock BBM solar patra niaga, namun ada faktor lain yang diluar kewenangan Patra Niaga.

Sebelumnya, Kepala BPH Migas, Erika Retnowati menegaskan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan BBM hingga ke SPBU di masyarakat. 

Sesuai UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas, BPH Migas mempunyai tugas utuk melakukan pengaturan dan pengawasan agar ketersediaan BBM yang ditetapkan oleh Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah NKRI. 

Dalam pengaturan ketersediaan dan distribusi BBM, BPH Migas menetapkan kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) yaitu solar subsidi dan minyak tanah, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yaitu premium untuk setiap kabupaten/kota agar BBM subsidi tepat sasaran dan tepat volume kepada masyarakat yang berhak menerima.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: