Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kejar Nett Zero Emisi, Ini Strategi Dekarbonisasi PLN

Kejar Nett Zero Emisi, Ini Strategi Dekarbonisasi PLN Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menuju Indonesia yang lebih hijau, PT PLN (Persero) melakukan transisi energi; berinovasi melakukan dekarbonisasi guna mencapai Carbon Neutral 2060. Upaya ini tergambar dari peta jalan (roadmap) skenario Zero Carbon 2060.

Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, menjelaskan, tidak hanya dari sisi pasokan, dari sisi demand, PLN secara aktif mendorong penggunaan energi listrik yang ramah lingkungan kepada masyarakat. Selain dengan memberikan kemudahan dan stimulus listrik bagi pelanggan, PLN berkomitmen untuk terus menyempurnakan ekosistem kendaraan listrik dan kompor induksi.

Baca Juga: Institut Teknologi PLN Operasikan Laboratorium Gasifikasi Biomassa dan Sampah Pertama di Indonesia

"PLN siap melaksanakan tugas sebagai penggerak dan pionir perubahan transportasi berbasis fosil menjadi berbasis energi bersih. Menggantikan kendaraan BBM dengan kendaraan listrik, PLN bahkan telah menyiapkan ekosistem sejak hari ini dan siap menggandeng mitra strategis mendukung penguatan ekosistem kendaraan listrik," ucap Zulkifli, Senin (1/11/2021).

Per Oktober 2021, PLN telah menyediakan 47 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar di seluruh Indonesia. Sampai dengan akhir 2021, Zulkifli menargetkan penambahan 67 unit SPKLU baru lagi.

Di samping itu, PLN juga aktif mengajak pihak ketiga untuk bekerja sama membuka SPKLU dengan menghadirkan website khusus untuk layanan kemitraan. Melalui website ini, nantinya para badan usaha yang hendak turut serta dalam membangun SPKLU bisa mendaftar melalui kanal tersebut.

PLN memberikan insentif kepada pengguna kendaraan listrik berupa biaya penyambungan guna tambah daya listrik di rumah. PLN juga memberikan diskon tarif listrik selama tujuh jam (pukul 22.00 s.d. 05.00) khusus untuk pengisian daya kendaraan listrik di rumah.

Sementara dari sisi supply, saat ini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) masih mendominasi sistem pembangkitan PLN dengan kontribusi sekitar 68 persen. Tahapan monetisasi pembangkit berbasis batu bara hingga 2056 akan dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan pembangkit EBT.

Zulkifli menjabarkan, mulai 2030 PLN akan memasuki tahap pertama memensiunkan pembangkit fosil tua yang sub-kritikal sebesar 1 gigawatt (GW). Kemudian pada 2035 memasuki tahap kedua, PLN akan kembali mempensiunkan PLTU sub-kritikal sebesar 9 GW.

Tahap ketiga pada 2040, PLN akan memensiunkan PLTU yang super critical sebesar 10 GW. Lima tahun berikutnya, PLN akan melaksanakan pemensiunan PLTU ultra super critical tahap pertama sebesar 24 GW dan setelah itu pada 2055 tahap pemensiunan super critical terakhir sebesar 5 GW.

Adapun pada periode 2030 hingga 2056 mendatang, PLTU akan digantikan dengan energi baru terbarukan secara bertahap. "PLN siap menjalankan tugas mulia, yaitu menyediakan ruang hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang. PLN akan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki: manusia, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan kapital, seoptimal mungkin untuk menjalankan tugas tersebut," ujarnya.

Pada masa transisi energi tersebut, PLN juga akan melakukan optimalisasi pembangkitnya untuk dapat menekan emisi yang dihasilkan. Beberapa pembangkit yang sudah berjalan akan dikonversi dengan menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Contohnya yang sudah mulai dilakukan PLN adalah pencampuran biomassa ke PLTU batu bara atau co-firing. Hingga 2025, Zulkifli menargetkan program co-firing dapat berjalan di 52 lokasi PLTU dengan kapasitas 10,6 giga watt (GW) dan kebutuhan pelet biomassa sebanyak 9 juta ton per tahun.

Tak hanya itu saja, PLN juga sudah menyiapkan skenario carbon capture, utilization, and storage (CCUS) yang dalam roadmap akan mulai diterapkan setelah 2035. CCUS dinilai sebagai teknologi alternatif yang dari segi dampak lingkungan dan jaminan ketersediaan pasokannya relatif aman.

Dari sisi investasi, penerapan teknologi CCUS memang masih perlu dikaji lebih mendalam. Namun, investasi yang dibutuhkan diperkirakan masih memungkinkan untuk diterapkan pada pembangkit PLN yang masih layak beroperasi.

Zulkifli optimistis, seiring dengan perkembangan teknologi, biaya yang dibutuhkan untuk penerapan CCUS akan makin murah. Ketika investasi CCUS sudah terjangkau, skenario ini dapat mempertahankan penggunaan batu bara pada volume tertentu hingga 2060.

"Penggunaan batu bara akan tumbuh sampai 2030, tapi dengan CCUS yang kemudian bisa pertahankan penggunaan batu bara sekitar 150 TWh. Namun, secara bauran energi akan turun karena porsinya tetap akan banyak energi terbarukan yang digunakan," katanya.

Pada masa tersebut, PLN memproyeksikan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar akan makin efisien dan bermanfaat dalam pengelolaan listrik di Indonesia, terutama di sistem yang isolated atau off-grid. Dengan begitu, secara ekonomi, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan Pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) akan lebih menguntungkan dibanding PLTU.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: