Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tajem Bos! Demokrat Balas Nyiniyran Sekjen PDIP Soal Bansos Era SBY

Tajem Bos! Demokrat Balas Nyiniyran Sekjen PDIP Soal Bansos Era SBY Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra merespons pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang menyinggung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggunakan politik bansos pada Pemilu 2009.

Hasto menyoroti penggunaan dana besar lewat APBN untuk menggelontorkan bansos tersebut. Menanggapi itu, Herzaky membandingkan era Presiden Jokowi yang menggunakan dana triliuan rupiah untuk proyek kereta cepat.

Baca Juga: Lantang! Pesan Ketum Demokrat AHY: Hargai Kerja Keras Pemimpin Terdahulu...

Menanggapi itu, Herzaky mengatakan bahwa lebih baik menggelontorkan bansos sebesar Rp22 triliun untuk membantu rakyat kecil daripada menggelontorkan Rp27 triliun untuk kereta cepat yang hanya akan dipakai segelintir elite.

"Kalau Hasto tidak setuju dengan bansos digelontorkan di era Bapak SBY, berarti Hasto anti-membantu rakyat miskin. Apa Hasto setujunya maling bansos seperti teman satu partainya, Juliari Batubara? Jadi Mensos malah garong bansos untuk rakyat kecil di tengah pandemi," kata Herzaky kepada wartawan, Selasa (2/11/2021).

Menurut Herzaky, pernyataan Hasto merupakan tudahan kepada SBY. Ia berujar tuduhan itu harus dipertanggungjawabkan oleh Hasto lantaran sudah menjadi fitnah. Ia lantas menyinggung kasus Harun Masiku.

"Sudah terang-benderang kadernya Hasto yang curang dan berupaya memanipulasi di Pemilu 2019 dengan menyogok komisioner KPU, malah menuduh Demokrat dan Bapak SBY terus. Jadi, jangan mengalihkan perhatian," ujar Herzaky.

Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kembali menyinggung ihwal Susilo Bambang Yudhoyono. Kali ini, Hasto menyinggung terkait penggunaan politik bantuan sosial atau bansos pada Pemilu 2009. Hasto mengatakan bahwa politik bansos menjadi model setelah diterapkan pada Pemilu 2009.

"Coba CSIS hitung berapa biaya Pemilu kita dari pusat hingga ke daerah dan itu adalah beban bagi APBN, beban bagi keuangan negara. Belum dampak dari politic populism, akibat bansos yang kemudian menjadi model setelah itu diterapkan pada tahun 2009 dalam politik bansos," kata Hasto dalam diskusi CSIS Indonesia bertajuk "Menimbang Sistem Pemilu 2024" secara daring, Senin (1/11/2021).

Ia menyoroti dampak dari penggunaan politik bansos yang dilakukan SBY lantaran dianggap membebani APBN akibat pembelanjaan bansos.

"Menurut Marcus Mietzner dari bulan Juni 2008 sampai Februari 2009, Pak SBY itu membelanjakan 2 miliar US dollar untuk politic populism. Ini kan beban bagi APBN ke depan akibat konsekuensi dari politik yang sangat liberal, yang di Amerika serikat sekarang mengalami krisis, di Eropa juga mengalami krisis," ujar Hasto.

Menurut Hasto, apa yang ia sampaikan terkait politik bansos SBY di 2009 merupakan fakta terkait Pemilu.

"Jadi, tema dari CSIS sangat menarik karena dilakukan lembaga penelitian sekaliber CSIS. Sehingga nanti, tidak dikatakan lagi politisasi ketika saya mengungkapkan fakta-fakta terkait Pemilu yang lalu," kata Hasto.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: