Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gejolak Kenaikan Cukai Rokok, Lebih dari 60.000 Pelinting Jadi Korban

Gejolak Kenaikan Cukai Rokok, Lebih dari 60.000 Pelinting Jadi Korban Kredit Foto: Antara/Seno
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman, Sudarto menilai rencana pemerintah untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) akan berdampak pada industri hasil tembakau (IHT) khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT).

Menurutnya, jika tarif cukai SKT dinaikkan pada 2022, maka tenaga kerja SKT yang umumnya adalah buruh pelinting akan rentan kehilangan pekerjaan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga: Dorong Reformasi Fiskal, Penyederhanaan Struktur Tarif CHT Wajib Direalisasikan

“Saya ingin laporkan penurunan jumlah pekerja di SKT saja itu mencapai 60.889 orang. Sehingga dapat dipastikan para buruh rokok ini korban PHK,” ujarnya dalam Webinar Outlook IHT 2022, awal pekan ini.

Lanjutnya, ia mengatakan realita pekerja SKT di lapangan cukup memprihatinkan. “Sebagian besar buruh rokok ada yang masih bekerja, ada yang dirumahkan, dan sebagian bekerja on-off. Ada juga sebagian bekerja shift dan sebagian jam kerja berkurang,” katanya.

Sistem kerja yang tidak normal di masa pandemi ini sudah memberatkan para buruh SKT karena sistem pengupahannya adalah berdasarkan satuan hasil sehingga mereka sangat rentan terhadap kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Aksi Pemerintah Sederhanakan Struktur Tarif Cukai Lewat Prevalensi Merokok

“Itu dampaknya sangat besar karena SKT yang padat karya. Jadi kalau permintaan berkurang akibat kenaikan cukai, otomatis upah mereka juga berkurang,” katanya.

Sementara itu, Staf Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan bahwa berbagai aspirasi dari berbagai pihak akan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan kebijakan CHT.

Terlebih, kontribusi IHT terhadap negara cukup baik. Dia mengakui bahwa kebijakan CHT merupakan hal yang kompleks yang harus diperhatikan secara holistik.

"Diskursus mengenai tembakau, termasuk cukai hasil tembakau, tidak boleh dipotong hanya dengan satu isu saja. Seolah-olah ini hanya isu kesehatan, atau isu penerimaan, atau ini isu pertanian saja, tetapi ini harus menjadi isu bersama sehingga kita perlu meletakkan secara proporsional,” katanya.

Selain itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno pada Webinar mengatakan IHT khususnya segmen sigaret kretek tangan ini sudah bergejolak sejak pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun depan.

“Kalau cukai naik, sebenarnya yang menjadi korban adalah petani yang akan terkena imbas. Pekerja juga turun,” ujarnya.

Ia pun berharap rencana kenaikan tarif CHT harus benar-benar dipertimbangkan kembali. Terlebih, pandemi sangat menekan IHT, khususnya menurunnya serapan produksi tembakau. “Harapan kami cukai jangan naik lagi,” katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: