Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bikin Penilaian Sendiri, Pentagon Bilang Serangan Berdarah Drone Amerika Tidak Melanggar Hukum

Bikin Penilaian Sendiri, Pentagon Bilang Serangan Berdarah Drone Amerika Tidak Melanggar Hukum Kredit Foto: General Atomics
Warta Ekonomi, Washington -

Serangan drone atau pesawat tak berawak oleh Amerika Serikat di Afganistan yang mematikan pada Agustus lalu telah dianggap sebagai 'kesalahan yang tidak melanggar hukum apa pun'. Klaim ini disampaikan oleh seorang inspektur Pentagon setelah penyelidikan.

"Itu adalah kesalahan yang dilakukan secara tidak sengaja," kata Inspektur Angkatan Udara AS Letnan Jenderal Sami Said kepada wartawan.

Baca Juga: Misterius, Pos Terdepan Milik Amerika Serikat Diserang Drone

Serangan drone AS terjadi pada 29 Agustus, atau di masa ketika negara-negara Barat berusaha untuk mengevakuasi warga Afganistan setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban.

Dalam serangan itu, 10 orang tewas. Mereka terdiri dari tujuh anak-anak dan tiga orang dewasa, dan salah satunya termasuk seorang pria yang bekerja untuk kelompok bantuan AS. Korban termuda yang terbunuh diidentifikasi sebagai Sumaya, berusia 2 tahun dan Farzad, 12 tahun. 

Seorang kerabat korban yang berbicara kepada BBC menilai serangan drone AS sebagai 'serangan  brutal'. Ia juga mengatakan bahwa serangan itu didasari pada informasi yang salah.

"Mengapa mereka membunuh keluarga kami? Anak-anak kami? Mereka benar-benar terbakar sampai-sampai kami tidak dapat mengidentifikasi jasad mereka, wajah mereka," kata kerabat yang bernama Ramin Yousufi.

Letnan Jenderal Said mengamini adanya 'kesalahan eksekusi' yang dikombinasikan dengan bias konfirmasi dan gangguan komunikasi. Kata Said, hal ini memicu jatuhnya 'korban sipil', sebuah konsekuensi yang menurutnya sangat disesalkan. Namun, Said mengatakan bahwa berdasarkan penyelidikan, tidak ditemukan adanya 'pelanggaran hukum, termasuk Hukum Perang'. 

"Ini bukan tindakan kriminal, (ini) tindakan acak, kelalaian," katanya.

Said menambahkan bahwa personel AS yang melakukan serangan drone benar-benar percaya bahwa mereka menargetkan 'ancaman mendesak' dari kelompok Negara Islam (IS/ISIS). Dikatakan serangan IS-K, cabang kelompok ISIS di Afganistan akan menargetkan pasukan AS dan staf diplomatik di bandara Kabul.

Serangan drone AS itu terjadi hanya beberapa hari setelah IS-K mengaku berada di balik serangan bom di luar bandara Kabul. Serangan IS-K menewaskan sedikitnya 170 orang termasuk 13 personel militer AS.

Setelah serangan berdarah itu, militer AS mengatakan memiliki informasi intelijen bahwa ISIS sedang merencanakan serangan kedua terhadap operasi evakuasi. Namun, antisipasi dari AS justru pada akhirnya berujung fatal di mana warga sipil jadi korban tewas. 

"Kesalahan mungkin bukan intelijennya, tetapi korelasi intelijen itu dengan rumah tertentu," kata Said.

Intelijen yang diperoleh AS melibatkan mobil Toyota Corolla putih yang diduga mengandung bahan peledak. Namun, Said mengatakan bahwa AS kemudian melacak mobil yang salah.

"Kami hanya tidak mengincar Toyota Corolla yang kami harusnya targetkan," ungkap Said.

Mereka yang terlibat dalam serangan pesawat tak berawak percaya rumah itu kosong. Imbasnya, mereka gagal melihat seorang anak memasuki area dua menit sebelum roket ditembakkan.

Militer AS juga percaya bahwa pengebom bandara sebelumnya telah membawa bahan peledak di dalam tas komputer. Jadi, ketika operator yang merencanakan serangan melihat orang-orang yang mereka awasi memegang tas komputer, mereka yakin mereka memiliki target yang tepat. Ini menjadi contoh dari 'bias konfirmasi' lantaran tas komputer itu  ternyata bukan berisi bahan peledak.

"Ternyata, dan kami tegaskan, itu adalah tas komputer, dan bukan bahan peledak," sambung Said.

Setelah penyelidikan awal, Pentagon mengakui pada bulan September bahwa serangan itu merupakan 'kesalahan tragis' dan mengatakan akan memberikan kompensasi kepada anggota keluarga yang selamat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: