Peningkatan harga minyak goreng telah terjadi sejak dua bulan terakhir. Peningkatan tersebut bervariasi yakni sekitar 6–11 persen untuk minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana, dan premium.
Berdasarkan pantauan Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng rata-rata nasional saat ini untuk minyak goreng curah yakni Rp16.100/liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp16.200/liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp17.800/liter.
Melansir laman Kementerian Perdagangan, berikut lima faktor yang mendorong terjadinya peningkatan harga minyak goreng.
Baca Juga: Program Replanting dan Peran Sawit Bagi Perekonomian Bangka Belitung
Pertama, struktur bisnis industri minyak goreng di dalam negeri. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan menjelaskan Indonesia merupakan produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Namun di lapangan, sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan produsen CPO.
“Dengan entitas bisnis yang berbeda, tentunya para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri, yaitu harga lelang KPBN Dumai yang juga terkorelasi dengan harga pasar internasional. Akibatnya, apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional, maka harga CPO di dalam negeri juga turut menyesuaikan harga internasional,” jelas Oke, dilansir dari laman Kemendag.
Kedua, masalah pasokan sawit di pasar global. Kenaikan harga minyak goreng turut dipicu turunnya panen sawit pada Semester II-2021. Sehingga, suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng.
Ketiga, kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30.
Keempat, tren kenaikan harga CPO sudah terjadi sejak Mei 2020. Minyak goreng di Indonesia sebagian besar dipenuhi dari minyak sawit sebagai bahan bakunya. Oke menjelaskan, masalah ini disebabkan turunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia sebagai salah satu penghasil terbesar.
Selain itu, juga rendahnya stok minyak nabati lainnya, seperti adanya krisis energi di Uni Eropa, China, dan India yang menyebabkan negara-negara tersebut melakukan peralihan ke minyak nabati.
Kelima, gangguan logistik selama pandemi Covid-19, seperti keterbatasan jumlah kontainer dan kapal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: