Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peluang dan Risiko Pasar Obligasi Pasca-Tapering Off The Fed

Peluang dan Risiko Pasar Obligasi Pasca-Tapering Off The Fed Kredit Foto: Amar Bank
Warta Ekonomi, Jakarta -

Langkah tapering off yang dilakukan Bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) direspons optimis oleh pelaku pasar di Indonesia. Melihat hal tersebut, Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) mengajak para pelaku pasar untuk mengalihkan perhatiannya dari isu tapering off. Setelah sebelumnya, sentimen pasar selalu fokus terhadap isu tapering

Kepala Ekonom Bahana TCW, Budi Hikmat, mengatakan, sesuai ekspektasi, respons positif pasar terhadap kebijakan The Fed menjadikan kebijakan tersebut tantrum-less taper. Sudah saatnya, dia menekankan, mengalihkan perhatian kepada arah baru perekonomian pascapandemi dan kebijakan The Fed tersebut.

Baca Juga: Tapering Sudah Tak Sehoror Dulu, IHSG Bakal Melesat HIngga ke Level Tertinggi

"Pemetaan risiko dan opportunity apa yang akan muncul di tahun depan haruslah menjadi perhatian pasar obligasi saat ini. Setidaknya kami masih optimis, hingga akhir tahun kondisi perekonomian dan pasar obligasi akan tetap positif," kata Budi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (12/11/2021). 

Terkait dengan opportunity lebih ada di domestik, di mana pemerintah telah menghentikan penerbitan SBN, setidaknya hingga akhir tahun surat utang negara hanya dapat diperoleh dari secondary market. Dari sisi demand, permintaan terhadap government bonds masih ada sehingga hal ini dapat menjadi katalis positif setidaknya hingga akhir tahun 2021.

Meski sejak awal tahun Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat jumlah kepemilikan asing di SBN sebesar Rp934,41 triliun hingga 3 November lalu,t elah terjadi outflow sebesar Rp39,5 triliun secara year to date.

Selain faktor supply yang menjadi katalis utama yang dapat membuat pasar obligasi dalam negeri masih atraktif hingga akhir tahun, di sisi demand akan didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Tren excess liquidity masih terjadi, meski kredit perbankan menunjukkan pertumbuhan, pertumbuhan DPK lebih tinggi.

"Di pasar obligasi nasional, investor domestik memegang kendali. Hal ini terlihat saat investor asing belum kembali masuk ke pasar, tapi pasar obligasi kita menunjukkan penguatan (rally) dan yiled SBN kita masih tetap kuat di angka 6,0. Merujuk pada data Bahana TCW, pada kepemilikan obligasi pemerintah, investor asing hanya menguasai 20,91 persen, sedangkan investor domestik sebesar 79,09 persen," ujar Budi.

Kepemilikan domestik atas obligasi pemerintah juga diperkuat oleh intervensi Bank Indonesia (BI) yang berkomitmen akan membeli SBN sebanyak Rp200 triliun sepanjang tahun ini dan Rp240 triliun untuk tahun depan dan dapat dipastikan kepemilikan BI akan naik. Perbankan juga masih akan memiliki kelebihan likuiditas sampai dengan pertengahan tahun depan, maka seharusnya support dari perbankan terhadap SBN masih sangat besar.

Namun, di tengah optimisme tersebut, faktor risiko tentunya masih ada. Risiko yang perlu diperhatikan pertama adalah inflasi domestik. Meski saat ini tingkat inflasi sangat rendah, yakni 1,6 persen, pada kenyataannya inflasi di tingkat produsen perlahan mulai naik, hanya belum dirasakan di tingkat konsumen.

Faktor risiko kedua adalah dari sisi tren imbal hasil surat berharga negara global yang cenderung naik. Meski, pasar SBN Indonesia diprediksi tidak akan mengikuti tren kenaikan tersebut, mengingat di dalam negeri pasar SBN memiliki isu tersendiri.

"Pasar SBN kita merupakan salah satu dari sedikit negara yang masih merasakan rally dalam enam bulan terakhir dibanding dengan negara berkembang lainnya yang harus mengalami koreksi. Yield SBN Indonesia masih sangat stabil di bawah angka 6,01. Sementara, negara berkembang lainnya harus mengalami kenaikan yield karena tekanan dari tapering, inflasi, dan kenaikan suku bunga," tutup Budi Hikmat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: